Apa Sejarah di Balik Patung Catur Muka Denpasar yang Megah? Begini Kisahnya!
Patung Catur Muka-Kolase by Pagaralampos.com-net
PAGAR ALAM, PAGARALAMPOS.COM - Patung Catur Muka di Kota Denpasar memiliki sejarah yang kaya dan dalam, mencerminkan nilai-nilai filosofis dan kepemimpinan.
Ide pembuatan patung ini muncul setelah DPRD Kabupaten Badung mengesahkan Lambang Daerah pada 18 Juni 1971, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Keputusan pada 28 Desember 1971.
Keputusan tersebut menugaskan pembuatan gambar pra-rencana monumen yang terletak di Perempatan Agung Denpasar.
Dalam sebuah brosur berjudul "Patung Empat Muka," yang diterbitkan oleh Bupati I Wayan Dhana pada 30 Mei 1973, dijelaskan bahwa patung ini sebaiknya dikenal dengan nama Patung Empat Muka.
BACA JUGA:Sejarah dan Makna Filosofis di Balik Patung Ikan Sura dan Baya, Ikon Kota Surabaya
Penamaan ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman, terutama karena tidak ada upacara keagamaan yang menyertainya.
Patung ini dirancang untuk menyebarluaskan nilai-nilai filosofis dan konsepsi kepemimpinan, bukan untuk tujuan penyembahan.
Meskipun awalnya disebut Patung Empat Muka, nama Patung Catur Muka kini lebih dikenal masyarakat.
Dasar filosofis dan panduan dalam perancangan patung ini diambil dari berbagai lontar, termasuk Lontar Widdhi Sastra, Gedong Wesi, Siwa Gama, Ramayana, Garuda Carita, dan beberapa lontar lainnya.
BACA JUGA:Menelusuri Makna Mendalam Patung Ikan Sura dan Baya di Surabaya
Panitia yang bertugas merumuskan konsepsi filosofis patung ini dipimpin oleh Drs. I Wayan Mertha Sutedja, dengan anggota yang terdiri dari I Nyoman Swetja Atmanadi, Drs. I Gusti Agung Mayun Eman, dan I Gusti Agung Kepakisan, SH.
Dalam penjelasan mengenai makna patung, disebutkan bahwa Catur Muka berdiri di atas bunga Teratai atau Lotus, yang melambangkan reinkarnasi Sang Guru.
Empat wajah pada patung ini mencerminkan simbolisme dari Catur Gophala, yang menggambarkan kekuasaan pemerintahan.
Setiap wajah dan tangan memiliki makna tertentu: Aksmala atau genitri melambangkan pusat kesucian dan ilmu pengetahuan, sementara cemeti dan sabet mencerminkan ketegasan dan keadilan yang harus ditegakkan oleh pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: