Jumputan Palembang, Begini Sejarah dan Nilai Budaya dan Pelestariannya

Jumputan Palembang, Begini Sejarah dan Nilai Budaya dan Pelestariannya

Foto : Kerajinan kain jumputan palembang--Instagram

PAGARALAMPOS.COM - Sekilas mengenai kerajinan sekaligus warisan budaya di Kota Palembang. Yakni, kain jumputan. Mulai dari sejarah, cara membuat, nilai budaya dan cara melestarikannya.

Ulasan tentang Kain Jump Tan Palembang ini diambil dari jurnal berjudul Melestarikan Budaya Seni Kain Jumputan Palembang, karya Nurhayati dari FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang. Kain Jumputan disebut juga Kain pelangi.

Sejarah Kain Jumputan

Pada masa Sriwijaya, Pulau Sumatera dan Pulau Jawa terkenal dengan kain patola sutranya.

Seni jumputan muncul seiring dengan datangnya kain dan benang sutra dari Tiongkok pada abad ke-7 dan ke-8.

BACA JUGA:Melintasi Sungai Musi, Inilah 4 Suku di Sumsel, Miliki Jejak Keturunan China dalam Sejarah Palembang

Dalam budaya Jawa, kain jumputan disebut kain sinde. Kain shinde biasanya dibuat sebagai kain selempang atau sebagai kain pembantu tari Jawa.

Dengan masuk dan berkembangnya kebudayaan Jawa dalam kehidupan Keraton Palembang pada awal abad ke-16.

Penggunaan zat-zat tersebut semakin meningkat. Hal ini dikarenakan tekstil Jawa banyak dibawa ke Palembang oleh para bangsawan Jawa.

Nilai Budaya Jumputan

Jumputan adalah metode mendekorasi kain dengan cara mengikat potongan-potongan tertentu. Lalu celupkan ke dalam cat.

BACA JUGA:Nganggung, Tradisi Yang Masih Eksis Masyarakat Bangka

Sedangkan menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lidah lompat adalah pola tekstil dengan ragam hias tertentu, yang dibuat dengan menutupi bagian atau pola hiasan tertentu.

Dari kedua pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa kain jumputan pada mulanya merupakan kain yang dibuat dari bahan kain berwarna putih polos.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: