Surat Berharga Negara (SBN) Ritel Seri Terbaru: Panduan Investasi yang Menguntungkan
Surat Berharga Negara -Kolase by Pagaralampos.com-net
PAGARALAMPOS.COM – Pada 10 Juni mendatang, Kementerian Keuangan akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel seri terbaru, Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR013.
Dalam kurun waktu 25 hari, mulai dari tanggal penerbitan hingga 4 Juli, masyarakat akan memiliki kesempatan untuk berinvestasi dalam SBR013.
Seri ini akan terdiri dari dua tenor, yaitu tenor 2 tahun (SBR013-T2) dan tenor 4 tahun (SBR013-T4).
Ketika suku bunga sedang tinggi, pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar imbal hasil yang ditawarkan oleh SBR013?
BACA JUGA:Punya Tantangan di Bisnis Franchise yang Minim Modal? Coba Terapka Cara Ini Agar Usahamu Berkembang
Menentukan kupon SBN Ritel melibatkan lima faktor utama yang dipertimbangkan oleh Kementerian Keuangan, termasuk suku bunga acuan Bank Indonesia, suku bunga deposito perbankan, yield SBN di pasar, tingkat suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan kondisi makroekonomi.
Menurut data terbaru, suku bunga bagi hasil rata-rata deposito berjangka di atas 1 tahun mencapai 5,74% pada Maret 2024, sedangkan suku bunga acuan BI tetap stabil di level 6,25% sejak bulan sebelumnya.
Sementara itu, yield SBN 2 tahun dan 4 tahun saat ini berada di level 6,63% dan 6,78%, dengan tingkat bunga penjaminan LPS sebesar 4,25%.
Dari sisi makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2024 mencapai 5,11%, didukung oleh permintaan domestik.
BACA JUGA:Rekomendasi Peluang Bisnis Ramah Lingkungan, Ide Kreatif untuk Masa Depan Berkelanjutan
Meskipun terjadi deflasi bulanan pada Mei 2024, BI memproyeksikan inflasi tetap terkendali di kisaran 2,5±1% sepanjang tahun 2024 dan 2025.
Tim Analis Bareksa memperkirakan kupon SBR013 berada dalam rentang 6,4-6,5% untuk tenor 2 tahun dan 6,55-6,65% untuk tenor 4 tahun.
Meskipun mungkin tidak sebanding dengan yield SBN di pasar sekunder, SBR013 memiliki potensi menjadi SBN Ritel dengan kupon tertinggi tahun ini, terutama karena tren suku bunga yang tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: