Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) Akan Berakhir, Mengancam Daya Saing Industri dan Harga Pangan!

Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) Akan Berakhir, Mengancam Daya Saing Industri dan Harga Pangan!

Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) Akan Berakhir, Mengancam Daya Saing Industri dan Harga Pangan!--

PAGARALAMPOS.COM - Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau lebih dikenal dengan harga gas murah untuk sektor-sektor industri tertentu, menjadi sorotan utama dalam pembahasan industri nasional.

HGBT telah menjadi kunci daya saing bagi sejumlah industri di Indonesia, mulai dari pupuk hingga sarung tangan karet.

Namun, kebijakan ini kini menghadapi ancaman akan berakhir, meninggalkan ketidakpastian bagi para pelaku industri dan konsumen.

Sejak diberlakukannya HGBT, sejumlah industri telah menikmati harga gas senilai US$ 6 per MMBTU, jauh lebih murah dibandingkan dengan harga pasaran yang mencapai US$ 15 per MMBTU.

BACA JUGA:Pastikan Jalan Aman Dilalui Pemudik, Ini Yang Dilakukan Dinas PUPTR Kota Pagar Alam

Tingginya utilitas industri, seperti industri keramik, menunjukkan kesuksesan kebijakan ini dalam mendorong pertumbuhan sektor manufaktur.

Namun, keberlanjutan kebijakan tersebut kini menjadi pertanyaan besar bagi para pelaku industri.

Ketua Umum Asosiasi Semen Kaca Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, menegaskan pentingnya kelanjutan kebijakan HGBT untuk menjaga daya saing industri domestik.

Utilisasi industri keramik nasional yang meningkat dari tahun ke tahun menjadi bukti nyata akan manfaat kebijakan ini dalam meningkatkan kinerja sektor industri.

BACA JUGA:Ambruknya Crane Girder di Proyek Pembangunan Flyover Bantaian, Muara Enim, Sumatera Selatan, Ini Kronologisnya

Namun, gangguan pasokan gas dan pembatasan pemakaian gas oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menjadi tantangan yang harus diatasi.

Menurut Edy, pemakaian HGBT pada Februari 2024 terbatas hingga 65% dari kuota di Pulau Jawa Bagian Barat, menambah kerumitan bagi pelaku industri.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan penurunan daya saing produk jika industri keramik terpaksa menggunakan gas lebih dari alokasi yang disediakan.

Situasi ini memaksa pelaku industri untuk memilih mengurangi utilisasi pabrik daripada mengorbankan daya saing produk mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: