Menarik! Inilah Tradisi Bakar Batu Dari Suku Papua, Ternyata Begini Perayaan Besarnya?

Menarik! Inilah Tradisi Bakar Batu Dari Suku Papua, Ternyata Begini Perayaan Besarnya?

Menarik! Inilah Tradisi Bakar Batu Dari Suku Papua, Ternyata Begini Perayaan Besarnya? -Kolase-

Sejarah Tradisi Bakar Batu

Selain unik, Tradisi Bakar Batu ternyata telah ada sejak ratusan tahun lalu. Melansir dari buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia tulisan Fitri Haryani Nasution, sejarah dari ritual ini bermula ketika ada pasangan suami istri yang bingung mengolah hasil kebun mereka. Sebab, panci yang digunakan untuk memasak tidak ada.

Akhirnya, mereka mendapat ide untuk memasak menggunakan batu. Setelah itu, ternyata hasil masakan di batu terasa lebih lezat, akhirnya mereka memutuskan untuk memasak daging, umbi-umbian dan beragam jenis masakan di batu.

BACA JUGA:Jangan Susah-susah! Pilih Aja 5 Model Rambut Pixie Cut Perempuan Sesuai Bentuk Wajah

BACA JUGA:Benarkah Pasta Gigi Dapat Menghilangkan Kurap? Simak Penjelasnnya Disini!

Sebutan untuk Tradisi Bakar Batu juga beragam, di Wamen ritual ini dikenal dengan kit oba isago, sedangkan di Paniai disebut dengan mogo apil.

Tahapan dalam Tradisi Bakar Batu

Dalam melakukan Tradisi Bakar Batu, ada tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu persiapan, bakar babi, dan makan bersama, berikut pemaparannya.

1. Tahap Persiapan

BACA JUGA:Ini 3 Keunikan Bakar Batu Suku Dani Papua, Nomor 3 Wajib Diketahui!

BACA JUGA:Ini 3 Merk Ban Tubeless Paling Awet Dan Tahan Lama, Wajib Dicobain Nih!

Pada tahap ini, masyarakat Papua akan mengumpulkan kayu bakar dan batu untuk memasak. Di bagian paling bawah, ditata batu-batu dengan ukuran besar dan ditutup menggunakan kayu bakar.

Tumpukan tersebut akan dibakar hingga habis dan batu menjadi panas. Setelahnya, warga mempersiapkan sebuah lubang dengan ukuran yang disesuaikan, tergantung pada banyaknya bahan makanan yang akan dimasak.

Dasar lubang nantinya dilapisi oleh daun alang-alang dan daun pisang. Selanjutnya, batu-batu yang telah panas disusun di atas dedaunan dengan cara dijepit menggunakan kayu khusus yang biasa disebut apando. Persiapan ini dilakukan oleh kaum pria.

Setelah itu, setiap suku akan menyerahkan babi. Masing-masing kepala suku akan memanah babi secara bergiliran. Masyarakat meyakini jika sekali panah babinya langsung mati, maka ritual akan berjalan sukses. Sebaliknya, jika babi tidak langsung mati, dipercaya akan terjadi hal yang kurang baik saat ritual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: