Cerita Pilu Gereja Tua di Sumsel, Perkembangan Khatolik Dimasa Kolonial Belanda

Cerita Pilu Gereja Tua di Sumsel, Perkembangan Khatolik Dimasa Kolonial Belanda

Foto : Gereja Santo Mikael di Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Lahat.-Gereja Santo Mikael di tanjung Sakti Kabupaten Lahat-Google.com

Di antara makam tersebut, terdapat makam Pastur Van Camvel, yang merupakan Pastur pertama yang memasuki Sumatera Selatan.

Wilayah penyebaran agama Katolik dimulai dari Padang Sumatera Barat, melalui wilayah Bengkulu, dan kemudian sampai ke Tanjung Sakti.

Saat itu, Tanjung Sakti direncanakan sebagai pusat pemerintahan Bendala karena perkembangan agama Katolik begitu pesat di daerah tersebut.

BACA JUGA:Jadi Gereja Tertua di Sumatera Selatan, Gereja ini Ternyata Punya Sejarah yang Menarik!

Meskipun saat ini jumlah jemaat mencapai sekitar 400 orang, mereka telah tersebar di Tanjung Sakti Pumi dan Pumu.

Meskipun menyimpan cerita tragedi pembantaian, Tanjung Sakti juga dikenal karena tingginya toleransi antar umat beragama.

Hal ini telah terjadi sejak zaman penjajahan hingga saat ini.

Masyarakat di Tanjung Sakti saling menghargai dan menerima kehadiran umat agama lain, baik itu umat Katolik, umat Muslim, atau yang lainnya.

BACA JUGA:Wajib Diketahui! Ini Gereja Tertua di Sumatera Selatan Ini Terletak di Perbatasan, Dimanakah Lokasinya?

Di wilayah ini, berbagai peninggalan zaman penjajahan seperti piano, buku, dan makam-makam tua masih terawat dengan baik.

Semangat toleransi dan kerukunan antar umat di Tanjung Sakti merupakan salah satu nilai luhur yang harus dijaga dan menjadi teladan bagi masyarakat di daerah lain.

Dengan tetap menghargai dan menghormati perbedaan, Tanjung Sakti telah menjadi tempat yang damai dan harmonis untuk beribadah.

Serta menjalin hubungan sosial yang baik di tengah keragaman agama. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: