Menjejak Keagungan Arsitektur Masjid 1000 Tiang di Jambi, Begini Sejarahnya
Menjejak Keagungan Arsitektur Masjid 1000 Tiang di Jambi, Begini Sejarahnya--
PAGARALAMPOS.COM - Dengan akhirnya masa Kesultanan Jambi setelah gugurnya Sultan Thaha Saifuddin pada tanggal 27 April 1904, Belanda berhasil menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi.
Akibatnya, Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie.
Residen Jambi pertama, OL Helfrich, diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906, dengan pelantikannya pada tanggal 2 Juli 1906.
Kekuasaan Belanda atas Jambi berlangsung selama ± 36 tahun hingga terjadinya peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang pada tanggal 9 Maret 1942.
BACA JUGA:Makin Trendi dan Stylish! Inilah 5 Model Rambut Tren 2023 yang Wajib Kamu Coba
Setelah Jepang menyerah kepada sekutunya pada tanggal 14 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sumatera, pada saat itu, menjadi satu Provinsi dengan Medan sebagai ibukotanya, dan Tuan Teuku Muhammad Hasan menjabat sebagai Gubernur.
Pada tanggal 18 April 1946, Komite Nasional Indonesia Sumatera memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub Provinsi, termasuk Sumatera Selatan.
Masjid Agung Al-Falah: Mengenang Sejarah Kerajaan Melayu Jambi
Masjid Agung Al-Falah, juga dikenal sebagai Masjid 1000 Tiang, merupakan masjid terbesar di Jambi, Indonesia.
BACA JUGA:Sangat Menakjubkan, Inilah 7 Tempat di Jambi yang Jadi Magnet Wisatawan
Meski hanya memiliki 256 tiang, masjid ini menjadi ikon kota Jambi.
Dibangun antara tahun 1971-1980, masjid ini berdiri di bekas pusat kerajaan Melayu Jambi, yang dulunya adalah istana Tanah Pilih dari Sultan Thaha Syaifuddin.
Pada tahun 1858, saat menjadi Sultan Kesultanan Jambi, Sultan Thaha Syaifudin membatalkan perjanjian dengan Belanda yang merugikan kesultanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: