Kawin Tangkap, Warisan Budaya atau Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan?
Kawin Tangkap, Warisan Budaya atau Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan?--
PAGARALAMPOS.COM - Tradisi kawin tangkap yang terjadi di daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah menjadi sorotan utama dalam beberapa waktu terakhir.
Video viral yang menampilkan aksi 'penculikan' seorang perempuan oleh sejumlah orang yang mengenakan baju adat di tempat umum telah memicu kejadian di masyarakat.
Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan tradisi kawin tangkap, bagaimana pelaksanaannya sesuai dengan adat masyarakat Sumba, dan mengapa tradisi ini menjadi kontroversial.
Apa Itu Tradisi Kawin Tangkap?
Tradisi kawin tangkap adalah bentuk perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan adat di daerah Sumba, NTT.
BACA JUGA:Budaya Bahari Masyarakat Sriwijaya, Kerajaan Maritim Terbesar di Nusantara
Praktik ini memiliki berbagai nama, seperti Wenda Mawine, Yappa Mawinni, dan Kedu Ngidi Mawine, tergantung pada dialek dan wilayah di Sumba.
Tradisi ini diyakini sebagai warisan nenek moyang masyarakat Sumba yang dilakukan secara turun-temurun.
Eksekusi kawin tangkap memiliki aturan yang kuat berdasarkan hukum adat perkawinan Sumba.
Tradisi ini tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, dan sosok perempuan yang menjadi calon pengantin wanita biasanya dipilih dari keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan erat dengan keluarga calon mempelai pria.
BACA JUGA:Candi Bahal: Menelusuri Warisan Budaya Sriwijaya di Sumatera Utara
Tujuan dan Sejarah Tradisi Kawin Tangkap
Tradisi kawin tangkap dilakukan dalam konteks kekerabatan keluarga, klan, atau suku, dengan salah satu tujuannya adalah untuk mengikat hubungan kekerabatan.
Hal ini menjadi alasan mengapa perempuan yang akan menjadi calon mempelai wanita biasanya dipilih dari keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan erat dengan keluarga calon mempelai pria.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: