Cerita Mistis Ritual Gamelan di Puncak Gunung Padang, Jangan-jangan Ada Hubungannya Dengan?
Cerita Mistis Ritual Gamelan di Puncak Gunung Padang, Jangan-jangan Ada Hubungannya Dengan?--
PAGARALAMPOS.COM - Cerita Mistis Ritual Gamelan di Puncak Gunung Padang, Jangan-jangan Ada Hubungannya Dengan?
Situs Gunung Padang di Cinajur Jawa Barat benar benar menyimpan misteri.
Banyak mitos tersimpan dikeindahan situs dipuncak bukit itu. Masih diceritakan oleh masyarakat setempat, Situs Gunung Padang disebut Gunung Cahaya, sebab pada malam hari terkadang terlihat bederang di puncak bukit itu.
Mistisnya, keberadaan cahaya itu, sesauf terdengar lantuanan musik. Tumpukan balok batu yang beserak saat ini ada yang bisa mengeluarkan nada jika diketuk.
BACA JUGA:Suara Gamelan Misterius di Gunung Arjuno, Legenda dan Mitos di Balik Bunyi yang Menghantui, Simak!
Dikutip dari sejumlah sumber, bentuk batu yang memanjang dan tekstur yang beragam menarik banyak pihak untuk meneliti.
Bahkan ada bebatuan yang bisa mengeluarkan bunyi laiknya alat musik gamelan apabila diketuk.
"Kalau disebut itu mah batu gamelan. Itu di teras I yang bentuknya panjang, ujar salahseorang pemandu Situs Gunung Padang.
Tekait bunyian nada, musik di situs Gunung Padang sudah diteliti orang barat. Hasil penelitian Rolan Mauludy dan Hokky Situngkir menunjukkan kemungkinan adanya pelibatan musik dari beberapa batu megalit yang ada.
BACA JUGA:Mengupas Legenda Aji Saka, Sang Penakluk Bangsa Denawa dan Perjalanan ke Tanah Ngarbi!
Fungsi situs Gunung Padang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi masyarakat yang bermukim di sana pada sekitar 2000 tahun SM.
Soo, teka-teki tentang musik, mungkin erat kaitannya dengan ritual pemujaan orang purb di zaman megalitikum.
Peneliti dari Bandung Fe Institute menemukan di sudut belakang bagian timur undak pertama situs Gunung Padang ada sejumlah batu yang tersusun sedemikian rupa.
Dengan memukulnya akan terdengar suara nyaring berfrekuensi tinggi bagaikan nada-nada.
BACA JUGA:Mobil Jarang Dipanasi Akan Timbulkan 10 Masalah Ini! Simak Penjelasan Lengkapnya
"Bebatuan tersebut seolah menjadi sebuah alat musik litofonik purba. Tapi berbeda dengan berbagai artefak litofonik warisan megalitik yang juga ditemukan di banyak negara di kawasan Asia Tenggara, ukuran dari artefak ini jauh lebih besar dimensinya," ujar peneliti Bandung Fe Institute, Hokky Situngkir.
Dengan menggunakan analisis fast fourier transform, Hokky dkk memetakan nada-nada yang dicurigai sampel frekuensinya ke tangga nada barat dan ditunjukkan pengerucutan pada empat nada yakni 'f'-'g'-'d'-'a'.
Menurut dia, mayoritas batuan yang disampling tidak menghasilkan bunyi yang frekuensinya dapat diklaim sebagai 'nada' tertentu.
"Namun ada dua kelompok batuan yang menghasilkan nada dengan frekuensi relatif tinggi, dalam interval 2683Hz-5171Hz.
BACA JUGA:13 Fakta dan Mitos Situs Gunung Padang, No 4 Bikin Kagum?
Dua kelompok batuan ini terdapat di teras pertama dan teras kedua," terangnya.
Tangga nada dalam pengelompokan batuan itu lazim digunakan dalam musikologi modern.
Disampaikan Hokky, fakta ini menunjukkan bahwa sangat mungkin tradisi megalitik di situs Gunung Padang telah mengenal instrumen musik.
Dari sisi urutan nada-nada yang diperoleh memang belum sempurna untuk dapat dikategorikan sebagai pentatonic scale ataupun heptatonic scale.
BACA JUGA:Hilang Tanpa Jejak, Ini Sejarah Menghilangnya 3 Pendekar di Tanah Jawa
Ada dugaan nada-nada yang hilang tersebut kemungkinan ada di batuan yang sebagian terpendam tanah di sekitar batuan yang menghasilkan frekuensi tinggi tersebut," tuturnya.
Soal musik ini masih menjadi teka-teki, apakah batu yang jadi sumber bunyi itu merupakan artefak litofon yang telah ditemukan di banyak tradisi megalitik lainnya.
Jika memang batuan ini dijadikan alat musik. Maka peradaban yang memangunnya telah mengenal pola orkestrasi atau permainan musik dengan berkelompok.
Situs megalitikum Gunung Padang benar benar unik. Wajar saja membuat peneliti dan arkeolog dibuat kepoo.
BACA JUGA:Antusias Peserta Tinggi, ILRU 6 di Kota Pagar Alam Sukses Dilaksanakan
Salahsatu faktanya, susunan kolom balok batu situs yang ada dipuncak bukit ini benar benar unik.
Tahukah kamu, jika balok balok batu sengaja disusun, ya bisa! Namun, tahu kamu, jika ribuan balok batu tersebut bukan sengaja dipahat.
Para pakar menilai balok batu tersebut alami terbentuk secara alam. Tidak dibuat manusia, melainkan hasil proses geologis.
Proses pembentukanya, ketika aliran magma membeku, seperti terbentuknya retakan-retakan poligonal ketika lumpur mengering.
BACA JUGA:Antusias Peserta Tinggi, ILRU 6 di Kota Pagar Alam Sukses Dilaksanakan
Di pelataran undak pertama, pemandangan menakjubkan terhampar dari seluruh konstruksi situs yang disusun dari kolom-kolom batu berdimensi kebanyakan segi lima, dengan permukaannya yang halus.
Batu-batu itu dipasang melintang sebagai tangga dari kaki bukit sampai pintu masuk situs. Di puncak bukit, pada pelataran pertama, pintu gerbangnya diapit kolom batu berdiri.
Proses pembentukan asal muasal balok batu situs Gunung Pasang dinilai juga mirip dengan yang ada Irlandia, SITUS TANGGA SEGI ENAM RAKSASA, tepatnya di Giant Causeway.
Balok segi enam tersebut semuanya terjadi saat proses pendinginan lava menjadi batuan beku yang umumnya berjenis batu andesit.
BACA JUGA:Antusias Peserta Tinggi, ILRU 6 di Kota Pagar Alam Sukses Dilaksanakan
Gunung Padang sendiri diperkirakan terbentuk dari hasil pembekuan magma, sisa gunung api purba era Pleistosen Awal, 21 juta tahun lalu.
Para pakar menilai, gunung itu adalah sumber alamiah kolom batu penyusun konstruksi situs, terbukti dari berserakannya kolom-kolom batu alamiah yang bukan dari reruntuhan situs yang banyak ditemukan di kaki Gunung Padang.
Dikutip dari sejumlah sumber, batu-batu sejenis bisa dengan mudah digali dari kaki Gunung Padang.
Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjajaran, Prof Dr Adjat Sudrajat memaparkan, Gunung Padang terbentuk dari letusan gunung api purba Karyamukti lebih dari 10.000 tahun lalu.
BACA JUGA:Hilang Tanpa Jejak, Ini Sejarah Menghilangnya 3 Pendekar di Tanah Jawa
"Gunung Padang tidak terlepas sebagai rangkaian gunung api-gunung api aktif di Indonesia. Karena sudah istirahat lebih dari 10.000 tahun maka gunung ini tidak akan menimbulkan bahaya," kata Adjat dalam Seminar Nasional 'Situs Gunung Padang dan Permasalahannya' di Aula PSBJ Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.
Jadi kontroversi, batuan di Gunung Padang sengaja dibawa dari luar lokasi dan disusun menjadi piramida yang saat ini masih ditelusuri kebenarannya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: