Mengenal Lebih Dalam Suku Kerinci, Suku Tertua Di Sumatera!

 Mengenal Lebih Dalam Suku Kerinci, Suku Tertua Di Sumatera!

Mengenal Lebih Dalam Suku Kerinci, Suku Tertua Di Sumatera!-tangkapan layar-Kompasiana.com

BACA JUGA:Tjoa Kie Tjuan, Pemimpin Tionghoa Pertama di Palembang, Apakah Ini Muasal Keturunan China di Sumsel?

Bukti paleoekologi di sekitar Danau Bento juga menunjukkan kehadiran Austronesia di sana berupa indikasi aktivitas pertanian padi dan pengembalaan kerbau. 

Permukiman prasejarah yang lebih muda di Kerinci berlangsung pada abad ke-5 hingga abad ke-9 Masehi dengan tinggalan berupa megalitik Batu Silindrik, bekas rumah panggung, dan kubur tempayan yang berada satu lapisan budaya dengan temuan artefak perunggu dan besi. 

Pengaruh Hindu-Buddha di kawasan Kerinci belum terungkap sepenuhnya. Temuan lepas berupa arca perunggu Awalokisterwara dan Dipalaksmi pada zaman Kolonial menunjukkan adanya pengaruh Hindu-Buddha di wilayah ini.

BACA JUGA:Fujian dan Guangdong Leluhur Keturunan China di Sumsel?

Pada Abad ke-14 M, Maharaja Dharmasraya dari Kerajaan Malayu di Hulu Batanghari menganugerahkan Kitab Undang-Undang kepada para Dipati di Silunjur Bhumi Kurinci. Kitab tersebut ditulis oleh Kuja Ali Dipati dan sekarang masih tersimpan sebagai pusaka Luhah Depati Talam, Dusun Tanjung Tanah.

Antara Abad 15-16 M, Kerajaan Melayu Jambi mulai menancapkan kekuasaan politiknya kepada Orang Kerinci. Kerajaan Melayu Jambi mendudukkan pejabatnya sebagai wakil raja bergelar Pangeran Temenggung Mangku Negara di Muaro Masumai (Merangin, Sekarang). 

Pangeran Temengggung bertugas mengontrol dan menghubungkan para penguasa di wilayah Puncak Jambi yakni Serampas dan Kerinci dengan kekuasaan Kerajaan Melayu Jambi di hilir. Bukti hubungan antara Depati (kepala klan) di wilayah Kerinci berupa puluhan naskah surat piagam Raja yang masih disimpan sebagai pusaka hingga kini. 

BACA JUGA:Wow! Bebas Dari Majapahit, Pajajaran Hancur Oleh Kesultanan Ini!

Di masa ini, terbentuk persekutuan para Depati di Kerinci seperti Depati IV dan Delapan Helai Kain dengan balai pertemuan berada di Sanggaran Agung. 

Pada sekitar abad ke-17 M, para Depati di Kerinci mengadakan perjanjian dengan Kesultanan Inderapura di Pesisir Barat Sumatera. Perjanjian ini dikenal dengan nama Persumpahan Bukit Tinjau Laut karena dilaksanakan di Bukit tersebut. 

Perjanjian Bukit Tinjau Laut dihadiri oleh pihak Kesultanan Jambi yang diwakili Pangeran Temenggung, pihak Kesultanan Inderapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah atau dikenal dengan gelar Tuanku Berdarah Putih, dan pihak Kerinci yang diwakili oleh Depati Rencong Telang dari Pulau Sangkar dan Depati Rajo Mudo dari Kemantan. 

BACA JUGA:Seperti Mustahil! Majapahit Gagal Sementara Kesultanan Ini Berhasil Taklukkan Pajajaran! Begini Ceritanya!

Isi perjanjian tersebut adalah untuk saling menjaga keamanan penduduk di tiga wilayah tersebut ketika mereka berniaga ke wilayah lain. Selain itu, perjanjian juga meliputi pemberlakuan mata uang yang berbeda di masing-masing wilayah tersebut “pitis sekeping dibagi tiga” serta aturan-aturan keringanan cukai bagi para peniaga Kerinci di Inderapura.

Pada abad ke-17 hingga abad ke-19 M,mulai terbentuk pemerintahan federasi lain di luar Depati IV dan VII Helai Kain di Kerinci. Seperti pemerintahan Siulak Tanah Sekudung pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Zainuddin, Kumun Tanah Kurnia pada masa Sultan Masud Badrudin, dan Tanah Pegawai Rajo Pegawai Jenang di Sungai Penuh pada masa Pangeran Sukarta Negara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radarmukomuko