Sherlock Holmes, Detektif Fiktif yang Diidolakan Hingga Diinginkan Benar-Benar Ada (01)

Sherlock Holmes, Detektif Fiktif yang Diidolakan Hingga Diinginkan Benar-Benar Ada (01)

Sherlock Holmes Detektif Fiktif yang Diidolakan Hingga Diinginkan Benar-Benar Ada--google.com

Tokoh ini semakin populer setelah cerita pendeknya dimuat secara berseri di The Strand Magazine.

BACA JUGA:Akulturasi Budaya Islam dan Besemah: Saling Melengkapi, Saling Mewarnai

Diawali dengan Skandal di Bohemia pada tahun 1891 yang berlanjut sampai tahun 1927, dengan tambahan dua novel.

Novel dan cerita pendek tersebut berlatar waktu tahun 1880-an hingga 1914. 

Hampir semua cerita petualangan Holmes dinarasikan oleh sahabat karibnya, dr. John H Watson.

Kecuali dua yang diceritakannya sendiri (Kasus Prajurit Berwajah Pucat dan Misteri Surai Singa) serta dua yang ditulis dengan sudut pandang orang ketiga (Kasus Batu Mazarin dan Salam Terakhir). 

BACA JUGA:Bingkai Budaya, Mengenal Kekayaan 14 Sastra Besemah Lama Warisan Leluhur

Dalam dua cerita, Ritual Keluarga Musgrave dan Kapal Gloria Scott, Holmes awalnya memberitahu Watson apa yang diingatnya mengenai kasus tersebut, lalu dikembangkan oleh Watson. 

Novel pertama dan keempatnya, Penelusuran Benang Merah dan Lembah Ketakutan.

Masing-masing memiliki bagian penceritaan ulang dalam sudut pandang orang ketiga serba tahu yang tidak diketahui oleh Holmes maupun Watson. 

BACA JUGA:Kering Tanpa Budaya? Ini Budaya Pagaralam

Inspirasi tokoh: Doyle mengatakan bahwa ia memperoleh inspirasi tokoh Sherlock Holmes dari sosok dr. Joseph Bell yang menjadi atasannya saat bekerja di Royal Infirmary of Edinburgh, Skotlandia. 

Seperti Holmes, Bell dikenal dapat menarik banyak kesimpulan hanya dengan sedikit observasi. 

Akan tetapi, beberapa tahun kemudian, Bell menulis surat kepada Doyle yang isinya antara lain:

"Kau sendirilah Sherlock Holmes dan kau tahu itu." 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: