Potensi Luar Biasa, Hendrik van Dermak Mendorong Pertumbuhan Industri Kopi di Pagar Alam

 Potensi Luar Biasa, Hendrik van Dermak Mendorong Pertumbuhan Industri Kopi di Pagar Alam

Hendrik van Dermak Mendorong Pertumbuhan Industri Kopi di Pagar Alam: Potensi Luar Biasa di Tanah Tinggi Sumatera Selatan - Foto: Dok/Pagaralam Pos/PERTAHANKAN TRADISI : Proses pengolahan biji kopi menjadi bubuk dengan cara ditumbuk pakai lesung di Dusun --

PAGAR ALAM, PAGARALAMPOS.COM - Kalender bertarikh di angka tahun 1922 ketika Hendrik van Dermak menyatakan bahwa Pagar Alam layak ditanami kopi

“Hendrik van Dermak adalah insinyur pertanian yang ditugaskan Belanda untuk meneliti tanah Pagar Alam,”ucap Pemerhati Budaya dan Besemah Asmadi, dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Pagaralampos.com beberapa waktu lalu. 

Maka, Belanda mulai menanam kopi di Pagar Alam. 

Toh, masyarakat Besemah -termasuk Pagaralam- mungkin enggan menggunakan Bahasa Belanda untuk menyebut kopi.

BACA JUGA:Membongkar Kekayaan Tradisi Lisan Masyarakat Besemah, Menggali Kearifan Turun Temurun yang Tidak Tergoyahkan

Dalam Bahasa Belanda kopi ditulis dengan koffie. Alih-alih menggunakan Bahasa Belanda, masyarakat Besemah menggunakan Bahasa Arab, yakni qahuwa. 

“Karena lidah jeme kite sulit menyebutkan kata qahuwa, yang terdengar malah kawe,” ucap Satarudin Tjik Olah, anggota Lembaga Adat Besemah, dihubungi Pagaralampos.com

Karena ejaan orang Besemah, lanjut Satar, kahwa lama-lama jadi kawe. Sampai dengan sekarang orang Pagar Alam tetap menyebut kopi dengan nama kawe. 

“Untuk diketahui, bibit kopi yang dibawa Belanda ke Pagaralam itu berasal dari Arab,” tambah Satar. 

BACA JUGA:Gulai Ikan Patin Masuk ke Suku Besemah, Jejak Sejarah dan Perkembangannya

Mady Lani -nama pena Asmadi- memperkirakan penggunaan kata kawe dimulai ketika banyak pedagang Arab masuk ke Pagar Alam. Mereka juga ikut dalam bisnis jual beli biji kopi Pagar Alam. 

Karena orang Arab menyebut qawuha, duga Mady, lama-lama orang Besemah ikut menggunakan nama tersebut. 

Dr Suhardi Mukmin sependapat dengan Satar. Dosen jurusan Bahasa Indonesia pada Program Pascasarjana Unsri ini menduga, penggunaan kata kawe merupakan pengaruh dari penyebaran agama Islam ke Tanah Besemah tempo dulu. 

“Mungkin dulu banyak ulama menggunakan bahasa Arab,” ucap Suhardi ketika dihubungi terpisah. 

BACA JUGA:Mengejutkan! Ternyata Ada Wabah Penyakit Masa Penjajahan Belanda, Banyak Korban Rakyat Jelata Berjatuhan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: