Akulturasi Budaya Islam dan Besemah: Saling Melengkapi, Saling Mewarnai

Akulturasi Budaya Islam dan Besemah: Saling Melengkapi, Saling Mewarnai

Akulturasi Budaya Islam dan Besemah: Saling Melengkapi, Saling Mewarnai Foto: Dok. Aryo for Pagaralampos.com / AKULTURASI: Kitab kaghas, nisan, dan nama puyang jadi bukti akulturasi. Sementara itu Aryo menulis sesuatu di pagar rumahnya dengan aksara ulu.--

PAGAR ALAM, PAGARALAMPOS.COM - Sebuah kitab kaghas memantik perhatian Aryo Arung Bhinang. Peneliti sejarah dan budaya Besemah ini melihat, di kitab ini bukan hanya ada tulisan beraksara ulu saja.

Pada bagian bawah tulisan beraksara ulu, terdapat tulisan lain yang beraksara hijaiyah. Ini artinya Aryo berpendapat, ada akulturasi budaya antara Islam dengan Besemah. 

“Dalam sastra tulis kuno, budaya Islam dan Besemah saling melengkapi dan mewarnai,”tulis Aryo dalam tulisan berjudul “Romantisme” Islam dan Lokal dalam Budaya dan Sastra Tulis Kuno, seperti dikutip Pagaralampo.com beberapa waktu lalu. “Kedua budaya tidak saling menyingkirkan,” tambahnya.

Bukti lain yang didapatkan Aryo adalah pada sebuah batu nisan berukir yang ditemukan di Dusun Lubuk Buntak Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan. Bagi Aryo, pada nisan ini nampak sekali corak budaya Islam-nya.

BACA JUGA:Bingkai Budaya, Mengenal Kekayaan 14 Sastra Besemah Lama Warisan Leluhur

Meskipun demikian lanjutnya, corak budaya Besemah tidak dihilangkan. “Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa budaya Islam tidak menyingkirkan budaya lokal asli yang ada di Pagaralam. Melainkan budaya Islam bercampur dengan budaya asli,” katanya. Nampak sangat jelas akulturasi atau romantisme dua budaya.

Papan nama sebuah makam puyang di Dusun Karang Dalo Kelurahan Karang Dalo Kecamatan Dempo Tengah juga dijadikan Aryo sebagai bukti akulturasi. Nampak pada papan ini sang puyang yang dipercaya sebagai penyiar Islam memiliki nama panggilan lain seperti syech dan tuan.

“Sehingga jelas beliau sangat menghargai nilai-nilai kearifan lokal,” ucap Aryo. Puyang yang dimaksud Aryo adalah Puyang Tengalaman yang bernama Sang Aji Jugar. Juga dipanggil dengan nama Tuan Syech Imam Rabu Samad, Tuan Syech Imam Muhammad Raksa Mane.

Itu semua Aryo menambahkan, menunjukkan bahwa masuknya Islam ke wilayah Pagaralam bukan untuk mengganti budaya asli yang sudah ada. Tapi untuk membawa keselamatan, dan sebagai warna budaya baru yang saling menghargai satu dengan lain nya. “Sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran surat Al Hujurat ayat 13,”demikian Aryo.

BACA JUGA:Ternyata Begini, Sejarah Pabrik Raksasa di Pagar Alam yang Didirikan Penjajah Belanda

Sementara itu Prof Dr (Hc) Tuan Guru Fekri Juliansyah SIP PhD menyebut, penyebar ajaran Islam di tanah Besemah sebagai Mpu Hyang atau puyang. Kata Mpu berarti ahli sementara hyang artinya ketuhanan. “Mereka adalah ahli ketuhanan,” ujar Fekri, ketika dihubungi Pagaralam Pos belum lama ini.

Salahsatu puyang itu lanjut Fekri adalah Tuan Sayyid Nur Qodim Al Baharudin. Tokoh ini berjuluk Puyang Awak dan memusatkan dakwahnya di Dusun Perdipe yang sekarang masuk Kelurahan Prahu Dipo Kecamatan Dempo Selatan.

“Ketika berdakwah, Puyang Awak menggunakan cara yang santun. Juga menghargai kearifan lokal Besemah,” ucap Fekri. Maka, tak heran bila Islam menyebar dengan cepat di Besemah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: