Kemendikbudristek Mengecek Praktik Implementasi Kurikulum Merdeka di Lombok
Model Pembelajaran Berdiversifikasi di Lombok-kemenag.go.id -kemenag.go.id
LOMBOK, PAGARALAMPOS.COM - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (kemendikbudristek) dan Kementerian Agama (kemenag) memenatau proses transformasi pembelajaran Program Prioritas Nasional (Kurikulum Medeka) dan Program INOVASI di Kabupaten LOMBOK Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Sekretaris Daerah Lombok Tengah, lalu Firman Wijaya di Praya, mengatakan transformasi pembelajaran yang diusung pemerintah pusat selaras dengan program pemerintah daerah.
Ratusan madrasah dan sekolah di Lombok, Nusa Tenggara Barat menerapkan pembelajaran berdiversifikasi sesuai kebutuhan siswa.
Para guru di madrasah dan sekolah memulai asesmen diagnostik terhadap siswa kelas awal dalam hal literasi (bahasa Indonesia), lalu mengelompokkan mereka sesuai kemampuannya.
BACA JUGA:Kemnaker Pertemukan 250 Pencari Kerja Dengan Pelaku Industri
Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Kementerian Agama RI, Mastuki menyatakan tertarik dengan praktik pembelajaran berdiversifikasi ini karena sesuai dengan filosofi kurikulum merdeka yang akan diterapkan di madrasah.
"Kami melakukan monitoring visit ke sejumlah madrasah dan sekolah bersama tim Kemendikbud Ristek untuk melihat secara langsung praktik baik pembelajaran berdiversifikasi di Lombok. Praktik tersebut dianggap menjadi cikal bakal dan saat ini diintegrasikan dengan kurikulum merdeka yang diinisiasi Mas Nadiem," paparnya di Mataram, Jumat (27/1/2023).
Mastuki menjelaskan bahwa prinsip, praktik, dan hakikat pembelajaran berorientasi kelas yang diterapkan di beberapa madrasah dan sekolah yang dikunjunginya, sesuai dengan semangat merdeka belajar dan kurikulum merdeka. Bahkan di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Hamzanwadi dan MI Nahdlatul Wathan Pancor, guru bisa langsung mengintegrasikan pembelajaran berdiversifikasi dengan kurikulum merdeka di kelas.
"Saya mendapat penjelasan detail saat guru melakukan asesmen literasi siswa kelas I, variasi kemampuan membaca anak bermacam-macam. Ada yang tidak tahu tentang huruf, ada yang hanya mengenal huruf tertentu, suku kata, atau kata tapi tak tahu artinya, dan seterusnya. Disinilah guru kelas mulai mengelompokkan siswa sesuai kemampuannya, lalu mengajari mereka dengan cara berbeda. Anak yang mengalami kesulitan belajar huruf dikelompokkan tersendiri. Ada pendamping yang berasal dari perguruan tinggi membantu siswa yang kesulitan belajar," paparnya.
BACA JUGA:Barang Enak
Mastuki menjelaskan konteks mengapa anak-anak Lombok mengalami persoalan literasi. Dengan latar belakang keluarga siswa yang kompleks, kondisi geografis, dan banyaknya orang tua menjadi buruh migran, menjadikan banyak anak-anak yang saat masuk MI (Madrasah Ibtidaiyah) balum bisa membaca dan hanya bisa bahasa ibu.
"Guru kelas I di MI Hamzanwadi bercerita bagaimana kesulitannya menangani anak-anak yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka hanya bisa bahasa ibu, bahasa Sasak. Namun setelah mendapatkan pelatihan dari project INOVASI Kemendikbud, mereka mulai menerapkan pembelajaran berdiversifikasi. Melakukan asesmen awal, lalu mengajari siswa sesuai kemampuan. Dilakukan asesmen lagi, lalu diuji coba ulang. Dan seterusnya sampai siswa bisa membaca semua dalam waktu satu semester," urainya.
Guru-guru dan pimpinan madrasah dan sekolah di Lombok, menurut Mastuki begitu antusias mengajar siswa, bahkan ada anak yang berkebutuhan khusus di kelasnya. Satu hal yang mencolok bahwa guru mengajar dengan passion tinggi.
"Beberapa testimoni guru, mereka memang capek karena persiapan mengajar yang banyak. Tak seperti penerapan kurikulum sebelumnya yang hanya kejar tayang. Namun capek mereka terbayar lunas setelah mengetahui siswanya bisa membaca, bergairah belajar, dan menemukan cara belajar sendiri", pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: kemenag.go.id