Pendapatan Negara di Sumsel Capai Rp8,52 triliun

Pendapatan Negara di Sumsel Capai Rp8,52 triliun

PAGARALAM POS, Palembang - Forum ALCo (Asset and Liabillites Committee) Sumatera Selatan yang beranggota seluruh Kantor Wilayah Kementerian Keuangan di Sumatera Selatan merilis kinerja dan fakta (KiTa) APBN periode Juni 2022  (Semester I Tahun 2022) pada Jum'at (29/07/2022).

BACA JUGA:Sumsel Siap Menuju Angka Stunting 14%

BACA JUGA:Pagaralam Berhasil Turunkan Angka Stunting Menjadi Terendah di Sumsel

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Sumsel Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, Pendapatan negara di Sumatera Selatan per 30 Juni 2021 terealisasi Rp8,52 triliun.atau mencapai 57,44% dari target pendapatan yang ditetapkan. Pendapatan ini terdiri dari Penerimaan perpajakan sebesar Rp7,4 triliun, dan PNBP sebesar Rp1,1 triliun.

BACA JUGA:Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 ke-3 di Bali

BACA JUGA:Badan Keuangan Daerah (BKD) Sabet Juara 2

"Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, pendapatan ini mengalami kenaikan sebesar Rp2,96 triliun atau tumbuh 53,28%. Kenaikan terbesar disumbang oleh Pajak Penghasilan sebesar Rp1,81 triliun. Lebih tinggi 68,15% dari tahun 2021 lalu," katanya.

BACA JUGA:BPS Catat Angka Kemiskinan Sumsel Turun 0,94 Persen

BACA JUGA:Pemprov Sumsel Tingkatkan Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Lanjutnya, Sementara realisasi belanja negara sebesar Rp17,8 triliun. Atau 43,87% dari pagu yang ditetapkan. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp5,4 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp12,4 triliun. Belanja pemerintah pusat ini terdiri dari belanja pegawai Rp2,5 triliun, belanja barang Rp1,99 triliun, belanja modal Rp929,16 miliar, dan belanja sosial Rp5,97 miliar.

BACA JUGA:Bank SumselBabel Pagaralam Kurban 2 Sapi

"Belanja ini mengalami penurunan sebesar Rp863 miliar. Turun 13,78%. Penyebabnya, belanja modal yang secara pagu maupun realisasi yang lebih rendah dibandingkan tahun 2021. Belanja Modal 2021 lebih tinggi dikarenakan terdapat beberapa proyek yang merupakan carry over dari tahun 2020," ujar Lydia

BACA JUGA:Sumsel Terima Rekor Muri Peserta Fornas Terbanyak

Lydia menjelaskan, Sementara belanja TKDD terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp2,2 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp6,4 triliun, dan Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) Rp127,6 miliar. Lalu Dana Insentif Daerah (DID) Rp69,07 miliar, DAK non Fisik Rp2,3 triliun, dan Dana Desa Rp1,2 miliar. Realisasi TKDD ini mengalami penurunan sebesar Rp1,04 triliun. Lebih rendah 7,91% dari tahun lalu. Pemulihan ekonomi di Sumsel masih berjalan on track, namun tetap perlu mewaspadai berbagai gejolak ekonomi baik yang berasal dari global maupun nasional.

BACA JUGA:Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara Kembalikan Rp 14,5 Miliar Uang Hasil Korupsi ke KPK

"Gejolak Inflasi Sumsel periode ini juga  menunjukkan lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional. Perkembangan Inflasi Sumsel lebih disebabkan oleh volatile foods, utamanya karena terjadi gangguan pada di sisi penawaran (sentra produksi). Mengingat Garis Kemiskinan (GK) disusun berdasarkan kelompok komoditas yang 74,34 persen di antaranya adalah kelompok makanan, maka pengendalian inflasi perlu perhatian berbagai pihak berkepentingan," jelasnya

BACA JUGA:Sumatera Ekspres Soft Launching Koran Online

Lebih lanjut diungkapkannya, Pada periode ini, nilai tukar Rupiah juga  mengalami tekanan. Seperti juga dialami mata uang regional lainnya. Tekanan ini terjadi seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif diberbagai negara.

BACA JUGA:Pengakuan Putri Chandrawathi Bisa Menjerat Dirinya Sendiri

"Depresiasi Nilai Tukar yang terjadi memiliki sisi positif dan negatif bagi perekonomian Sumsel. Positifnya, depresiasi nilai dapat meningkatkan ekspor Sumsel. Namun terdapat risiko dari sisi impor, akan berpengaruh pada  sisi biaya produksi karena saat ini impor Sumsel didominasi oleh Impor Bahan Baku dan Impor Barang Modal," ungkap Lydia

BACA JUGA:Infrastruktur Selesai, Harus Ada Program Berkelanjutan

Lydia menambahkan, Pada kondisi berbagai tekanan, APBN  harus terus berperan dalam menyerap tekanan-tekanan terhadap perekonomian (shock absorber) guna menjaga pemulihan ekonomi agar tetap berlanjut dan semakin kuat, menjaga daya beli masyarakat, dan mendukung konsolidasi fiskal.

BACA JUGA:Bersama Badut, Bunda PAUD kunjungi TK Aisyiyah

"Akselerasi belanja pemerintah perlu respon tepat dan cepat dalam menghadapi ketidakpastian global. Menjadi keharusan APBN 2022 tetap kuat, sehat, dan menjadi instrumen kebijakan yang sustainable dan kredibel. Termasuk Kinerja APBD perlu untuk terus didorong guna mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang berjalan," katanya (Rian20)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: