Rambut dan Status Sosial di Berbagai Budaya
Rambut dan Status Sosial di Berbagai Budaya--
PAGARALAMPOS.COM - Dalam sejarah umat manusia, rambut tidak sekadar tumbuh di kepala ia tumbuh pula dalam makna, simbolisme, dan status.
Di berbagai belahan dunia, gaya rambut menjadi tanda pengenal kelas sosial, usia, bahkan tingkat spiritualitas seseorang.
Rambut bisa menjadi simbol kekuasaan atau justru penanda perbudakan, tergantung bagaimana budaya memperlakukan helai-helai itu.
Yang jelas, dari Mesir kuno sampai Korea zaman dinasti, rambut memiliki bahasa sosialnya sendiri.
BACA JUGA:Inspirasi Gaya Rambut dari Tokoh Dunia
Di Mesir kuno, para bangsawan mengenakan wig sebagai penanda kemakmuran dan kebangsawanan, sedangkan budak atau rakyat jelata harus mencukur rambut mereka demi kebersihan.
Wig-wig itu dibuat dari rambut manusia asli atau serat tanaman, disisir rapi dan diberi minyak wangi sebagai tanda kemewahan.
Sementara itu, di India, rambut panjang yang terawat menunjukkan kedekatan dengan nilai spiritual dan ketulusan dalam pengabdian.
Tak heran bila hingga kini, rambut masih sering dijadikan sesaji di kuil-kuil Hindu sebagai lambang penyerahan diri.

Rambut dan Status Sosial di Berbagai Budaya--
Di Eropa abad pertengahan, hanya wanita bangsawan yang bisa menjaga rambut panjang mereka tetap terurai dan berkilau.
Rakyat jelata, terutama petani, sering kali harus mengikat atau memotong rambut demi kepraktisan kerja.
Pada masa kerajaan Prancis, Louis XIV bahkan membuat gaya rambut menjadi bagian dari protokol kerajaan, menjadikan wig keriting besar sebagai simbol otoritas tertinggi.
Hal serupa juga terjadi di Jepang, di mana para samurai memakai gaya "chonmage"—kuncir khas yang melambangkan kehormatan dan identitas kelas mereka.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
