Walau menutup diri dari teknologi modern, Suku Kajang Hitam tidak sepenuhnya menolak keberadaan orang luar. Wisatawan atau peneliti diperbolehkan datang asalkan menghormati aturan adat.
Mereka harus berjalan kaki, berpakaian hitam atau pakaian sederhana, dan tidak membawa barang elektronik ke dalam kawasan adat.
BACA JUGA:Mengungkap Asal-Usul Angkul-Angkul: Simbol Sakral Warisan Arsitektur Bali dari Masa ke Masa
Menariknya, di luar wilayah adat Kajang Dalam, terdapat komunitas Kajang Luar yang lebih terbuka terhadap modernitas.
Namun, bagi warga Kajang Hitam, pilihan hidup sederhana bukan sekadar adat, melainkan keyakinan spiritual yang tak bisa ditinggalkan.
Warisan Budaya yang Tetap Terjaga
Keunikan Suku Kajang Hitam mengingatkan kita bahwa perkembangan teknologi tidak selalu harus diikuti semua orang.
Mereka memilih jalannya sendiri—jalan kehidupan yang berakar pada kesederhanaan, harmoni alam, dan penghormatan pada leluhur.
Di tengah era digital yang serba cepat, keberadaan mereka menjadi simbol kekuatan tradisi yang tetap bertahan.
BACA JUGA:Sejarah Agung Tiongkok: Perkembangan Dinasti Besar hingga Era Modern
Suku Kajang Hitam bukan hanya warisan budaya Sulawesi Selatan, tetapi juga cermin bahwa nilai-nilai sederhana memiliki makna mendalam bagi kehidupan manusia.