Wilayah karst juga menyimpan banyak temuan arkeologis penting. Berbagai artefak seperti lukisan prasejarah, alat batu, dan tulang belulang manusia serta hewan purba ditemukan di dalam gua-gua karst.
Salah satu temuan tertua berasal dari Gua Leang-Leang di Maros, Sulawesi Selatan, berupa lukisan tangan yang diperkirakan berumur sekitar 40.000 tahun.
Lingkungan gua yang sejuk dan terlindung menjadi tempat tinggal ideal bagi manusia purba, sekaligus menjadi saksi kehidupan dan peradaban awal manusia Nusantara.
SEJARAH
BACA JUGA:Makna dan Sejarah Rumah Baileo sebagai Pusat Tradisi dan Identitas Maluku
BACA JUGA: Danau Satonda: Sejarah Alam dan Legenda Mistis Pulau Vulkanik yang Menawan
Peran dalam Kehidupan dan Budaya Lokal
Karst bukan hanya soal geologi—banyak masyarakat lokal menjadikan kawasan ini bagian dari kehidupan spiritual dan tradisi mereka.
Di beberapa wilayah, gua-gua karst berfungsi sebagai tempat ritual, lokasi penguburan leluhur, hingga pusat kegiatan adat.
Sebagai contoh, masyarakat Toraja menggunakan tebing karst sebagai makam dengan menempatkan peti-peti jenazah di celah tebing batu.
Di Pegunungan Sewu, gua-gua bahkan pernah difungsikan sebagai tempat persembunyian pada masa penjajahan dan peperangan.
BACA JUGA:Sejarah dan Misteri Gunung Sibuatan: Jejak Alam, Mitologi, dan Pesona di Puncak Sumatera Utara!
BACA JUGA:Sejarah Danau Ranau: Keindahan Alam dan Warisan Geologi di Perbatasan Sumatera Selatan dan Lampung
Ancaman terhadap Kawasan Karst
Sayangnya, kelestarian bukit karst kini terancam oleh aktivitas manusia. Penambangan batu kapur secara besar-besaran, pembangunan jalan, industri, dan alih fungsi lahan menjadi ancaman serius bagi sistem karst yang sangat sensitif.
Kerusakan lingkungan karst bukan hanya menghancurkan keindahan visual, tapi juga memutus rantai ekosistem serta merusak cadangan air bawah tanah yang selama ini menopang kehidupan masyarakat sekitar. Dampaknya bisa berupa kekeringan, longsor, atau hilangnya habitat flora dan fauna endemik.