Keluarga besar menjadi inti dari struktur sosial mereka, yang menentukan hak waris, peran dalam ritual adat, hingga status sosial.
Gotong royong menjadi nilai utama dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bertani maupun kegiatan upacara adat.
Sebagian besar masyarakat Abui mengandalkan pertanian untuk bertahan hidup, dengan menanam jagung, ubi, dan aneka sayuran lokal.
Selain bertani, mereka juga berburu dan menangkap ikan secara tradisional. Karena terbatasnya infrastruktur dan teknologi, pola hidup tradisional ini masih dijalankan secara turun-temurun.
Kepercayaan Tradisional dan Adat
Kepercayaan masyarakat Abui masih berakar kuat pada animisme, yaitu keyakinan terhadap kekuatan roh leluhur dan alam. Mereka mempercayai bahwa hubungan harmonis dengan alam dan para leluhur sangat penting untuk kesejahteraan komunitas.
BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Kalimantan Selatan: Mengenal Arsitektur dan Nilai Budaya Rumah Baanjung!
BACA JUGA:Sejarah Suku Zulu: Perjalanan Sebuah Bangsa Pejuang dari Afrika Selatan!
Salah satu upacara adat penting yang sering dilakukan adalah ritual "Kewang", yang bertujuan untuk memohon perlindungan dan berkah dari leluhur.
Upacara ini biasanya dipimpin oleh tetua adat dengan serangkaian doa dan persembahan yang dilakukan secara khidmat.
Warisan budaya Abui juga terlihat dalam ekspresi seni mereka seperti tari-tarian, musik tradisional, serta kerajinan tangan seperti anyaman dan ukiran kayu.
Seni ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi media simbolik dan alat komunikasi nilai budaya antar generasi.
Bahasa dan Sistem Pendidikan
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Abui termasuk dalam rumpun bahasa non-Austronesia (Papuan), dan masih digunakan dalam interaksi harian.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Bukit Zaitun: Titik Suci dalam Lintasan Waktu!
BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Maluku Utara: Sasadu, Simbol Persatuan dan Kearifan Lokal Masyarakat Sahu!