PAGARALAMPOS.COM - Di tengah lanskap perbukitan yang menghijau di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Terdapat sebuah situs sejarah yang jarang terdengar gaungnya namun menyimpan jejak penting perjuangan lokal: Benteng Bukit Cening.
Meski tak sepopuler benteng-benteng peninggalan kolonial Belanda di Jawa atau Maluku,
Benteng ini tetap memegang peran sentral dalam catatan perjuangan masyarakat pedalaman Kalimantan melawan penjajahan dan pertikaian antarsuku.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Bukit Zaitun: Titik Suci dalam Lintasan Waktu!
Lokasi Strategis di Jantung Kalimantan
Benteng Bukit Cening berdiri kokoh di atas bukit yang menghadap ke kawasan aliran Sungai Kapuas. Posisi ini menjadikan benteng sebagai titik strategis dalam memantau pergerakan musuh, baik dari darat maupun perairan.
Dalam konteks geografis dan pertahanan, pemilihan lokasi ini mencerminkan kecerdasan taktis masyarakat lokal dalam mempertahankan wilayahnya dari ancaman luar.
Menurut penuturan warga sekitar, benteng ini sudah berdiri sejak abad ke-18 dan pernah digunakan oleh para pejuang Dayak dalam menghadapi serangan musuh.
Termasuk kemungkinan ekspansi dari kerajaan-kerajaan sekitarnya maupun dari kekuatan kolonial yang berupaya masuk ke wilayah pedalaman Kalimantan.
Struktur dan Fungsi Pertahanan
BACA JUGA:Manfaat Buah Pala bagi Kesehatan: Dari Rempah Legendaris Hingga Obat Alami!
Berbeda dengan benteng-benteng berbahan batu bata atau beton ala Eropa, Benteng Bukit Cening dibangun dengan memanfaatkan bahan-bahan alami seperti kayu ulin dan tanah liat, yang kemudian diperkuat dengan teknik pertahanan lokal.
Bentuknya lebih menyerupai kompleks pertahanan terbuka, lengkap dengan parit dan pagar runcing dari bambu, serta menara pengintai sederhana.
Fungsi benteng ini bukan hanya sebagai tempat perlindungan, tetapi juga sebagai pusat komando, tempat berkumpulnya para kepala suku untuk merumuskan strategi perlawanan.