BACA JUGA:Menyikapi Sejarah Suku Amungme: Melacak Jejak Budaya dan Perjuangan Penjaga Tanah Adat Papua!
Hanya tujuh rumah Mbaru Niang yang berdiri di desa ini, dan semuanya digunakan oleh tujuh keluarga besar yang merupakan keturunan langsung pendiri desa.
Sistem Sosial dan Budaya
Wae Rebo dikenal sebagai masyarakat yang hidup dalam harmoni dengan alam dan sesama. Mereka mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama, terutama kopi arabika yang tumbuh subur di dataran tinggi ini.
Selain itu, mereka juga menanam umbi-umbian dan sayuran untuk kebutuhan harian.
Sistem kekerabatan di desa ini bersifat patrilineal, dan seluruh aspek kehidupan diatur oleh adat istiadat.
BACA JUGA:Sejarah Suku Enggros: Masyarakat Pesisir yang Menjaga Warisan Leluhur di Teluk Youtefa!
Upacara adat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka, seperti Penti, yang merupakan upacara tahunan untuk bersyukur atas panen dan meminta perlindungan leluhur.
Tantangan dan Pelestarian
Meski terkenal dan mulai dikunjungi wisatawan dari berbagai penjuru dunia, Wae Rebo tetap berkomitmen menjaga kelestarian budaya mereka.
Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga keseimbangan antara keterbukaan terhadap dunia luar dan perlindungan terhadap nilai-nilai tradisional. Berbagai pihak telah turut membantu pelestarian desa ini.
Pada tahun 2012, Wae Rebo menerima penghargaan UNESCO Asia-Pacific Award for Cultural Heritage Conservation, sebagai bentuk pengakuan atas keberhasilannya melestarikan budaya dan arsitektur tradisional.
BACA JUGA:Sejarah Suku Enggros: Masyarakat Pesisir yang Menjaga Warisan Leluhur di Teluk Youtefa!
Selain itu, upaya dokumentasi dan pendidikan adat terus dilakukan oleh tokoh-tokoh desa untuk mewariskan nilai-nilai leluhur kepada generasi muda.
Warisan yang Hidup
Wae Rebo bukan hanya sebuah desa yang indah untuk difoto dan dikunjungi, tetapi juga simbol perlawanan terhadap arus modernisasi yang sering kali mengikis identitas lokal.