Di tengah kompleks, berdiri patung Ksitigarbha Bodhisattva yang menjulang dan menjadi pusat perhatian.
Selain itu, berbagai ukiran naga, singa, dan simbol-simbol ajaran Buddha Mahayana menghiasi dinding dan gerbang, menampilkan estetika arsitektur khas Tiongkok kuno yang penuh detail dan filosofi.
BACA JUGA:Sejarah Suku Mee: Mengenal Asal Usul, Budaya, dan Perjalanan Tradisi Masyarakat Pegunungan Papua!
Bukan hanya tempat sembahyang, vihara ini juga dianggap sebagai museum hidup budaya Tionghoa dan spiritualitas Buddha.
Keberadaan relief dan patung-patung yang dibuat oleh pemahat-pemahat dari Tiongkok menunjukkan kesungguhan dalam menjaga nilai seni dan keotentikan ajaran.
Makna Simbolik dan Filosofis
Vihara ini dibangun bukan semata-mata sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai pengingat akan pentingnya nilai-nilai welas asih, pengorbanan, dan pembebasan dari penderitaan.
BACA JUGA:Sejarah Suku Buol: Menelusuri Jejak Budaya, Asal Usul, dan Kearifan Lokal dari Sulawesi Tengah!
Dalam ajaran Mahayana, Ksitigarbha berikrar untuk tidak menjadi Buddha sebelum seluruh makhluk terbebas dari siksa neraka.
Semangat inilah yang ingin ditanamkan kepada setiap pengunjung vihara: bahwa kesalehan spiritual tak cukup hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kesejahteraan sesama.
Arhat-arhat yang berdiri di sekeliling area vihara menggambarkan keberagaman jalan spiritual dan pentingnya introspeksi diri dalam perjalanan menuju pencerahan.
Setiap patung seolah berbicara dalam diam, mengajak siapa pun yang datang untuk merenung dan mendekatkan diri kepada kebajikan.
Peran Sosial dan Pariwisata
BACA JUGA:Sejarah Suku Buol: Menelusuri Jejak Budaya, Asal Usul, dan Kearifan Lokal dari Sulawesi Tengah!
Selain sebagai tempat suci, Vihara Ksitigarbha Bodhisattva kini juga menjadi destinasi wisata religi yang menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya.
Banyak wisatawan datang tidak hanya untuk beribadah, tetapi juga untuk mengagumi keindahan seni dan suasana spiritual yang damai.