Sejarah Benteng Ujung Pandang: Dari Benteng Kerajaan Gowa hingga Fort Rotterdam, Jejak Kolonial dan Warisan!

Selasa 20-05-2025,10:30 WIB
Reporter : Lia
Editor : Almi

Arsitektur dan Tata Ruang

Tembok-tembok tebal setinggi 7 meter dan bangunan berbahan batu karang putih masih berdiri kokoh hingga kini.

Di dalamnya terdapat enam bastion (menara pertahanan), beberapa bangunan tua bergaya Belanda, dan bangsal-bangsal yang dahulu digunakan untuk gudang senjata serta barak tentara.

Tokoh perlawanan dari Jawa ini dibuang ke Fort Rotterdam setelah ditangkap pada 1830 dan tinggal di sana hingga wafat pada 1855.

Fungsi di Masa Kolonial

Selama masa kolonial Belanda, Fort Rotterdam menjadi pusat pemerintahan dan militer di kawasan timur Hindia Belanda.

BACA JUGA:Sejarah Gedung Societeit Yogyakarta: Dari Tempat Hiburan Kaum Elite Kolonial ke Pusat Kesenian Rakyat!

Selain sebagai benteng pertahanan, tempat ini juga digunakan sebagai pusat pengawasan terhadap pergerakan masyarakat pribumi, serta markas administrasi dan perdagangan.

Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, benteng ini sempat digunakan oleh militer Jepang selama Perang Dunia II.

Fort Rotterdam sebagai Situs Budaya

Di dalam kompleks benteng terdapat Museum La Galigo yang menyimpan koleksi arkeologi, etnografi, dan sejarah kebudayaan Sulawesi Selatan.

Dari pertunjukan musik tradisional Makassar, pameran kerajinan, hingga diskusi sejarah, semuanya berlangsung dalam suasana klasik yang menggugah imajinasi tentang masa lampau.

BACA JUGA:Gereja Terkoyak Reformasi Luther dan Perpecahan Terbesar dalam Sejarah Kristen

Simbol Peradaban dan Identitas]

Benteng Ujung Pandang atau Fort Rotterdam bukan sekadar monumen batu tua, melainkan simbol dari pertemuan peradaban antara lokal dan asing, antara kejayaan dan penindasan.

Ia mencerminkan daya tahan budaya lokal Makassar yang berhasil bertahan meski diterpa gelombang kolonialisme.

Kategori :