Beginilah Riwayat Keruntuhan Kerajaan Mataram Islam Akibat Perang Saudara

Selasa 13-05-2025,19:21 WIB
Reporter : Gita
Editor : Almi

Belum lagi intervensi dari Belanda. Berbeda dengan kebijakan Sultan Agung, para penggantinya memberikan izin kepada Belanda untuk campur tangan dalam urusan kerajaan.

Ini terjadi karena mereka tidak memiliki kapabilitas untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi masyarakat atau menangani gerakan pemisahan wilayah yang ditaklukkan.

BACA JUGA:Sultan Agung Tak Hanya Raja! Inilah Strategi Ekspansi Mataram yang Mengejutkan

Untuk menangani pemberontakan di daerah, penerus Sultan Agung, yaitu Amangkurat I, dan para penggantinya, memilih untuk bekerja sama dengan VOC.

Situasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Belanda, yang memang berkeinginan untuk menguasai Jawa.

Sejak saat itu, Mataram dan VOC terus terlibat dalam perjanjian-perjanjian yang sangat merugikan pihak kerajaan.

Yang paling serius adalah kemunculan konflik di antara para penerus tahta. Keterlibatan Belanda menyebabkan pertikaian antara pewaris takhta Mataram. Situasi ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk semakin melemahkan Kerajaan Mataram Islam.

Dengan taktik politik mereka, Belanda berhasil memecah belah keluarga kerajaan, yang mengakibatkan banyak pergolakan.

Konflik di antara kerabat kerajaan akhirnya diakhiri dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755.

Dalam kesepakatan ini, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yakni Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan Nagari Kasunanan Surakarta.

Kesultanan Ngayogyakarta diberikan kepada Hamengkubuwono I, sementara Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwono III.

Pembagian kerajaan menjadi dua ini secara efektif mengakhiri riwayat Kesultanan Mataram.

BACA JUGA:Perjanjian Giyanti - Petanda Pecahnya Kerajaan Mataram Islam Akibat Perang Saudara?

Perjanjian Giyanti

Membahas keruntuhan Kerajaan Mataram Islam tidak akan lengkap bila tidak menyebutkan Perjanjian Giyanti. Ini adalah peristiwa penting yang menandai perpecahan Mataram Islam.

Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 13 Februari 1755 dan ditandai dengan penandatanganan perjanjian di Desa Giyanti, Dukuh Kerten, Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah.

Kategori :