Suku Rambang dan Keunikan Adat Sawah: Menelusuri Jejak Budaya yang Abadi

Jumat 02-05-2025,20:55 WIB
Reporter : Elis
Editor : Almi

Nilai-nilai gotong royong dan musyawarah menjadi pedoman utama dalam interaksi masyarakat sehari-hari.

Berbagai upacara adat yang berkaitan dengan fase kehidupan, seperti pernikahan dan kematian, terus dilaksanakan secara turun-temurun.

Perpaduan Islam dan Tradisi Lokal

Islam mulai berkembang di kalangan Suku Rambang sejak era Kesultanan Palembang. Meski mayoritas penduduknya kini beragama Islam, banyak tradisi lokal yang tetap terjaga dalam kehidupan mereka.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Air Terjun Nungnung: Keindahan Tersembunyi di Bali

BACA JUGA:Sejarah Air Terjun Tibumana: Misteri, Keindahan, dan Nilai Budaya di Balik Pesonanya

Contohnya adalah upacara pernikahan, yang menggabungkan elemen budaya lokal dan ajaran Islam secara harmonis.

Ekonomi Berbasis Pertanian

Kehidupan ekonomi Suku Rambang sebagian besar bergantung pada pertanian, terutama penanaman padi dan pengelolaan kebun karet.

Karet dan padi sawah menjadi dua komoditas utama yang dikelola secara tradisional, mencerminkan hubungan harmonis mereka dengan alam, di mana pelestarian lingkungan menjadi bagian dari filosofi hidup mereka.

Dinamika Sosial dan Pengaruh Modernisasi

Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Suku Rambang juga merasakan dampak modernisasi.

BACA JUGA:Sejarah Air Terjun Tegenungan: Dari Sumber Kehidupan Menjadi Destinasi Wisata Dunia!

BACA JUGA:Sejarah Air Terjun Sekumpul: Pesona Alam dan Legenda di Bumi Bali Utara!

Banyak generasi muda yang merantau ke kota untuk mencari peluang hidup yang lebih baik, meninggalkan kampung halaman dan tradisi mereka.

Meski demikian, ada upaya dari masyarakat dan pemerintah untuk menjaga agar budaya dan tradisi mereka tetap lestari di tengah arus perubahan.

Kategori :