Bagian tubuh tertentu, seperti dada, bahu, atau punggung, akan ditusuk dengan pasak kayu tajam.
Pasak ini kemudian diikatkan ke tali yang digantung pada tiang. Peserta harus menahan rasa sakit sambil menggantungkan tubuh mereka pada tali tersebut.
Namun, penderitaan belum selesai di sini. Sebagai bagian dari ritual, peserta juga harus menunjukkan kekuatan mental dengan menahan diri untuk tidak menunjukkan rasa sakit atau ketakutan.
Dalam beberapa kasus, mereka bahkan diharuskan berlari mengelilingi area upacara sambil tetap tergantung pada pasak kayu, menciptakan pemandangan yang mengerikan namun penuh dengan makna spiritual.
BACA JUGA:Peradaban Suku Maya. Peninggalan Sejarah Terbesar Dunia
Simbolisme dan Pengorbanan
Ritual ini menggambarkan simbolisme pengorbanan diri yang dalam.
Darah yang menetes dari tubuh peserta dipercaya sebagai persembahan kepada para roh leluhur, sedangkan rasa sakit yang dialami dianggap sebagai cara untuk membersihkan diri dari kelemahan.
Okipa juga menegaskan bahwa seorang pria harus siap menghadapi tantangan terbesar dalam hidup dengan keberanian, tanpa mengeluh atau mundur.
BACA JUGA:7 Ulama yang Terkenal Perjuangannya dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Kontroversi dan Penghapusan Ritual
Ketika peradaban Barat mulai masuk ke wilayah Suku Mandan, ritual Okipa mulai mendapat perhatian negatif.
Upacara ini dianggap terlalu brutal dan melanggar hak asasi manusia oleh banyak misionaris dan pejabat pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, Okipa secara bertahap ditinggalkan oleh generasi muda Suku Mandan.
Saat ini, Okipa hanya menjadi cerita dalam sejarah Suku Mandan, tetapi nilainya tetap dihormati sebagai simbol keberanian, pengorbanan, dan penghormatan kepada leluhur.
Ritual ini mengingatkan kita bahwa setiap budaya memiliki cara unik untuk mengajarkan nilai-nilai penting kehidupan kepada anggota komunitasnya, meskipun metode tersebut mungkin tampak ekstrem bagi dunia luar.