Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II, sekitar abad ke-19, masjid ini kembali direnovasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan umat yang semakin banyak.
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Kerajaan Tanjungpura, Pusat Kekuasaan Kuno di Kalimantan
Sultan Mahmud Badaruddin II memperluas bangunan masjid menjadi lebih megah dan indah, serta menambah beberapa elemen dekoratif khas arsitektur Palembang.
Masjid ini menjadi pusat aktivitas keagamaan dan intelektual bagi masyarakat setempat.
Pada era Kesultanan Palembang Darussalam, masjid ini tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan Islam.
Banyak ulama dan cendekiawan yang datang ke masjid ini untuk mengajar dan berdiskusi tentang berbagai ilmu agama.
BACA JUGA:Sejarah Kerajaan Sumedang Larang: Dari Awal Berdiri hingga Masa Kejayaan
Pengaruh Arsitektur Cina dan Eropa
Salah satu hal yang unik dari Masjid Agung Palembang adalah perpaduan gaya arsitektur yang diterapkan.
Gaya arsitektur masjid ini merupakan kombinasi antara unsur tradisional Palembang, Cina, dan Eropa.
Pengaruh arsitektur Cina terlihat jelas pada bagian atap masjid yang berbentuk limas bertingkat tiga, yang mengingatkan pada bentuk pagoda Cina.
Hal ini tidak mengherankan mengingat hubungan perdagangan dan budaya antara Palembang dan Tiongkok yang sudah terjalin sejak lama.
BACA JUGA:Kerajaan Singhasari: Jejak Sejarah dan Kejayaan di Jawa Timur
Sementara itu, pengaruh Eropa terlihat pada elemen-elemen dekoratif dan desain pintu serta jendela masjid yang bergaya klasik.
Perpaduan gaya arsitektur ini menjadikan Masjid Agung Palembang sebagai salah satu bangunan paling unik di Indonesia, sekaligus mencerminkan keterbukaan budaya Palembang dalam menerima pengaruh luar tanpa menghilangkan identitas Islam.
Perluasan dan Renovasi Modern