Para pemberontak berhasil menguasai ibu kota Kartasura dan menghancurkan istana.
BACA JUGA:Jejak Kejayaan Kesultanan Gowa: Warisan Sejarah dan Perjuangan di Timur Indonesia
Pakubuwono II terpaksa melarikan diri ke Ponorogo dan mencari perlindungan.
Setelah situasi mereda dan pemberontakan berhasil dipadamkan dengan bantuan VOC, Pakubuwono II memutuskan untuk tidak kembali ke Kartasura.
Sebaliknya, ia mendirikan ibu kota baru di Surakarta pada tahun 1745. Dengan demikian, berdirilah Kasunanan Surakarta sebagai penerus dari Kasunanan Kartasura.
Warisan dan Pengaruh
Kasunanan Kartasura mungkin hanya berusia sekitar 65 tahun, namun pengaruhnya tetap terasa dalam sejarah politik dan budaya Jawa.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Kesultanan Dharmasraya dan Pengaruhnya dalam Perdagangan dan Politik
Pendirian Kartasura menandai perpindahan pusat kekuasaan Jawa dan mewariskan sistem politik yang rumit, yang melibatkan interaksi antara raja-raja Jawa dan kekuatan kolonial Belanda.
Ketergantungan kerajaan terhadap VOC yang bermula di Kartasura berlanjut hingga ke Surakarta dan Yogyakarta.
Selain itu, meskipun istana Kartasura telah hancur, warisan arsitektur dan budaya kerajaan ini masih dapat dilihat dalam budaya keraton di Jawa hingga saat ini.
Banyak adat istiadat dan tradisi yang berkembang di Kasunanan Kartasura yang kemudian dilestarikan oleh penerusnya, termasuk Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
BACA JUGA:Kesultanan Deli: Sejarah, Kejayaan, dan Warisannya di Sumatera Utara
Kasunanan Kartasura memainkan peran penting dalam sejarah Jawa, terutama sebagai transisi dari Kesultanan Mataram ke Kasunanan Surakarta.
Meski mengalami konflik dan ketidakstabilan politik, warisan kerajaan ini tetap hidup dalam budaya Jawa dan menjadi bagian penting dari sejarah bangsa Indonesia.
Kejatuhan Kartasura akibat pemberontakan Geger Pacinan juga menjadi pelajaran penting tentang dampak ketergantungan pada kekuatan asing dalam urusan internal kerajaan.