Penelitian tentang struktur bahasa, istilah sapaan, dan vitalitas bahasa Suku Bonai menunjukkan betapa pentingnya upaya ini untuk menjaga keaslian dan keberlangsungan budaya mereka.
Namun, kajian yang dilakukan masih tergolong sedikit, mengingat kondisi kehidupan masyarakat yang terisolasi.
Tradisi adat yang menjadi ciri khas Suku Bonai juga patut mendapat perhatian. Salah satu ritual yang terkenal adalah Lukah Gilo.
Dalam tradisi ini, Lukah yang terbuat dari rotan digunakan sebagai alat penangkap ikan, sedangkan Gilo mengacu pada sifat “gila” yang berkaitan dengan kepercayaan spiritual.
BACA JUGA:Kerajaan Demak: Sejarah, Penyebaran Islam, dan Warisan Budaya di Pulau Jawa
Ritual ini mencerminkan hubungan yang dalam antara manusia dan dunia gaib, serta menciptakan jembatan antara warisan budaya dan pengaruh agama Islam yang telah mereka terima.
Lukah Gilo merupakan ekspresi dari kepercayaan animisme yang sebelumnya dianut oleh Suku Bonai.
Dalam ritual ini, alat penangkap ikan tersebut dimantrai oleh seorang Bomo, atau dukun, agar dapat berfungsi dengan baik.
Proses ritual ini melibatkan doa-doa, shalawat kepada Nabi Muhammad, dan pantun-pantun dalam bahasa asli Suku Bonai.
BACA JUGA:Misteri dan Legenda: Dua Cerita Rakyat Menarik dari Kerajaan Sriwijaya
Seiring berjalannya waktu, gerakan Lukah yang ditangani oleh Bomo akan semakin kuat, dan ia akan meminta bantuan dari asistennya dan penonton untuk mengontrol pergerakan tersebut.
Ritual ini menggambarkan bagaimana elemen tradisional tetap dijaga meskipun ada pengaruh dari agama Islam dalam kehidupan mereka.
Pelestarian budaya dan adat Suku Bonai sangat penting untuk dilakukan.
Sebagai kelompok yang termasuk dalam kategori Proto Melayu, mereka rentan terhadap kehilangan identitas budaya.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah dan Fakta Menarik Suku Sumbawa, Dari Kerajaan hingga Tradisi Islam
Kondisi terisolasi membuat mereka membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat luas untuk mendukung upaya pelestarian warisan budaya.