PAGARALAMPOS.COM - Beberapa orang mungkin belum familiar dengan kisah Gunung Kelud, yang kini menjadi legenda di kalangan masyarakat Kediri.
Legenda ini terkait erat dengan sosok Lembu Suro, atau manusia berkepala banteng.
Meskipun ada beberapa versi cerita mengenai Gunung Kelud, masyarakat Kediri lebih mengenal versi yang melibatkan Dewi Kilisuci, yang dilamar oleh dua pria: Lembu Suro dan Mahesa Suro.
Di balik hutan yang lebat dan sawah yang hijau di Tanah Jawa, terdapat kisah-kisah kepercayaan mistis yang melingkupi daerah tersebut. S
alah satu legenda yang terkenal adalah Lembu Suro, yang memiliki kedalaman spiritual dalam budaya Jawa.
Lembu Suro, yang berarti "Sapi Suro," dianggap sebagai sosok roh atau makhluk mistis.
Dalam legenda, Lembu Suro digambarkan sebagai sapi besar berwarna hitam dengan kekuatan magis yang luar biasa. Ia merupakan penjelmaan dari roh jahat yang kuat dan memiliki kekuatan supranatural.
Menurut cerita rakyat Jawa, Lembu Suro sering muncul di malam hari di desa-desa atau tempat terpencil, dan kehadirannya seringkali dihubungkan dengan peristiwa mistis yang menakutkan, seperti kematian mendadak atau bencana alam.
Masyarakat percaya bahwa kemunculan Lembu Suro adalah pertanda buruk yang dapat membawa malapetaka.
Dalam beberapa versi, dikisahkan bahwa Lembu Suro mencari korban manusia, terutama mereka yang memiliki dosa besar atau melanggar aturan spiritual.
Orang yang melihatnya diyakini akan menghadapi kesulitan atau penyakit serius.
Oleh karena itu, sering diadakan sesaji atau upacara untuk mencegah kedatangan Lembu Suro.
Legenda ini juga terkait dengan tradisi Jawa bernama "ruwatan," yang merupakan ritual spiritual untuk membersihkan diri dari energi negatif.
Dalam beberapa kasus, upacara khusus diadakan untuk mengusir Lembu Suro dan mencegah bencana.
Meskipun dianggap menakutkan, beberapa penafsiran melihat Lembu Suro sebagai simbol pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, tema yang umum dalam banyak mitos Jawa. Legenda Lembu Suro adalah bagian integral dari warisan budaya Jawa yang kaya.