Kedatangannya bertujuan untuk menerjemahkan kitab suci Buddha Hinayana dari Sanskerta ke dalam Bahasa Cina, dengan bantuan dari pendeta Kalingga yang bernama Janabadra.
Keluarga dan Pewarisan
Selama masa pemerintahannya, Kartikeyasingha memiliki permaisuri bernama Ratu Jay Shima.
Dari perkawinan mereka, lahirlah dua putra, yaitu Parwati dan Narayana (juga dikenal sebagai Iswara). Parwati kemudian menikah dengan Jalantara atau Rahyang Mandiminyak, putra mahkota Kerajaan Galuh.
BACA JUGA:Membedah Legenda: Kebenaran di Balik Kisah Pendekar Aji Saka dan Kerajaan Medhang Kamulan
Dari perkawinan ini, Parwati melahirkan Sannaha, yang menikah dengan Bratasenawa, dan cucu mereka adalah Sanjaya.
Sementara itu, Narayana atau Iswara, putra Kartikeyasingha dan Jay Shima, memiliki seorang putra bernama Dewa Singha. Dewa Singha kelak menjadi raja di Kalingga Selatan.
Dengan demikian, Kartikeyasingha dan Jay Shima meninggalkan warisan penting bagi keturunan mereka, yang meliputi Dinasti Sanjaya di Kalingga Selatan dan Medang, Mataram.
Dinasti ini dikenal sebagai dinasti yang beragama Hindu.
BACA JUGA:Pendekar Aji Saka dan Kerajaan Medhang Kamulan: Mitos atau Sejarah yang Terlupakan?
Kenaikan Tahta Ratu Jay Shima
Setelah Kartikeyasingha meninggal dunia pada tahun 674 di Gunung Mahameru, Ratu Jay Shima naik tahta sebagai penguasa Kalingga.
Sebagai penguasa perempuan pertama di Jawa, Jay Shima melanjutkan warisan suaminya dan memainkan peran penting dalam sejarah Kalingga.
Pemerintahannya menandai transisi kekuasaan yang signifikan di kerajaan tersebut, serta menjadi simbol kekuatan perempuan dalam sejarah politik Jawa.
Dengan latar belakang sejarah yang kaya dan kontribusi pentingnya dalam pemerintahan Kalingga, Ratu Jay Shima tetap menjadi tokoh yang dihormati dalam sejarah Jawa.