Mengapa Adat Lamaran Kayuagung Masih Eksis? Ini Alasannya!

Sabtu 10-08-2024,15:47 WIB
Reporter : Jukik
Editor : Almi

“Maksudnya berlangsung dari lamaran hingga pernikahan ijab qobul tidak perlu menggunakan adat yang mengatur upacara pernikahan dimaksud. Ijab qobul dilaksanakan secara sangat sederhana yang sifatnya suatu keharusan untuk dilaksanakan pernikahan,” kata Yuslizal.

Dituturkan Yuslizal, hal tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya, sifat yang paling mendesak menghindari nama baik dua belah pihak keluarga dikarenakan si perempuan terjadi hamil diluar nikah. 

Bisa saja, calon suami harus segera meninggalkan kampung halaman karena tugas.

Sepinong-pinong

Lalu kedua, adat lamaran hingga perkawinan sepinong-pinong, yakni adanya hukum atau tata cara prosesi adat lamaran hingga kejenjang perkawinan. 

BACA JUGA:10 Pesona Pakaian Adat Sumatera Selatan, Selain Unik Ternyata Begini Makna Serta Fungsinya

Adat ini melatar belakangi perkawinan prosesi tersebut faktor kesederhanaan dan faktor ekonomi. 

“Pelaksanaan perkawinan sepinong-pinong ini dominan dilaksanakan pada malam hari. Tempat pelaksanaan ijab qobul di rumah pengantin laki-laki. Setelah selesai ijab qobul pengantin perempuan diantar ke rumah orang tuanya dengan diantar oleh suaminya dan diiringi oleh beberapa keluarga pengantin laki-laki,” ujar Yuslizal yang menyebutkan istilah adat suku Kayuagung ini dinamakan ‘Tandang Sujud”.

Pengantin perempuan tadi, setelah dititipkan di rumah orang tuanya maksimal selama empat hari yang disebut “Anan Tuwui”. 

Pengantin laki-laki tidak ikut bermalam di rumah isterinya. Namun, setiap pagi pengantin laki-laki datang dengan membawa belanjaan lauk pauk untuk makan.

BACA JUGA:Tradisi Perkawinan dan Upacara Adat Suku Rejang: Menelusuri Warisan Budaya di Provinsi Bengkulu

Pada saat waktu empat hari yang ditentukan, pihak laki-laki mengutus dua orang ibu-ibu (bai-bai) untuk menjemput pengantin perempuan dan pengantin laki-laki menjemput didampingi oleh seorang pemuda yang disebut pukal bengiyam. 

Kepulangan pengantin dari rumah orang tuanya disebut “Maju Mulang Anan Tuwui”. 

Jadwal kepulangan ini biasaya mengambil waktu siang menjelang senja. Pengantin perempuan tidak pulang dengan tangan hampa, dia membawa pesangon dari orang tuanya serta pemberian sanak keluarganya berupa seperangkat alat tidur sepasang pengantin serta alat tidur untuk orang tua pengantin laki-laki yang disebut pedatong.  

Barang bawaan dari pengantin perempuan dilengkapi dengan alat-alat dapur dan alat perlengkapan rumah tangga.   

BACA JUGA:Tari Gending Sriwijaya: Memahami Sejarah dan Peranannya dalam Upacara Adat di Palembang

Kategori :