PAGARALAMPOS.COM - Proses tradisi adat lamaran dalam suku Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) tercatat sudah ada sejak abad 15 dan dibawa rombongan Puyang Mukedum Murar Alam dari Lampung.
Saat itu, mereka masuk ke tanah Ogan Komering Ilir, tepatnya di derah Kuto Pandang Lempuing.
Masa itu, pada zaman pra sejarah belum ada sistem pemerintahan yang mengatur daerah serta rakyatnya.
Adat lamaran Kayuagung, meskipun seiring dengan perkembangan zaman, tetap eksis sampai sekarang.
Berjalannya proses lamaran hingga kejenjang pernikahan, dijelaskan Budayawan Kabupaten OKI, Yuslizal, bisa dilihat dari kanca alurnya, tergantung dengan kesepakatan antara kedua belah pihak yang akan melakukan akad pernikahan itu sendiri.
Menurut Yuslizal, yang juga mantan Sekretaris Pembina Adat Suku Kayuagung, adat lamaran hingga kejenjang pernikahan sangat panjang.
Seperti nyelabar, dimana dari pihak laki-laki mengutus minimal 2 orang untuk menyelidiki keluarga kepihak perempuan yang akan dinikahkan untuk dimintai apakah anak gadis yang ditemui tersebut apakah mau dinikahi oleh anak bujang yang diberikan pesan tadi.
Namun, pada saat kedatangan perwakilan laki-laki tadi, si orang tua dari anak perempuan belum mengambil keputusan, karena akan menanyakan terlebih dulu, apakah anak gadisnya memang mau atau tidak untuk dinikahi.
BACA JUGA:Menelusuri Jejak Budaya Suku Simalungun: Tradisi dan Adat Istiadat yang Mengakar
Setelah itu, barulah dilanjutkan prosesi lamaran yang telah diatur pelaksanaan lamaran sampai kejenjang pernikahan.
Ada empat katagori diantaranya, pertama, adanya aturan yang mengatur perkawinan yang paling terendah derajatnya yang mereka sebut setinong-tinong.
Setinong-tinong
Adat lamaran perkawinan merupakan adat prosesi pernikahan yang ada di dalam masyarakat suku Kayuagung yang tidak beradat.
BACA JUGA:Menelusuri Keberagaman Budaya dan Filosofi Rumah Adat Suku Pasemah