Meskipun Kanjuruhan tidak sepenuhnya hilang, statusnya berubah menjadi Kanuruhan di bawah gelar pemimpinnya Rakai Kanuruhan.
Perubahan status ini pertama kali disebutkan dalam Prasasti Wurandungan B, yang ditulis pada tahun 865 Saka, yang memuat kata 'Watek Kanuruhan'.
BACA JUGA:Sebagian Wanita Sparta Punya Dua Suami, Mengupas Kisah Sejarah Yunani Kuno!
Dalam konteks Jawa Kuno, 'watek' merujuk pada wilayah yang terdiri dari beberapa wanua (desa) yang dipimpin oleh seorang rakai atau rakarayān.
Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan
Walaupun tidak bertahan lama dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan lain, Kerajaan Kanjuruhan meninggalkan beberapa peninggalan bersejarah yang penting.
Prasasti Dinoyo, yang ditulis dengan Huruf Kawi, adalah salah satu buktinya.
BACA JUGA:Berkedok Demi Kesejahteraan Rakyat! Inilah Ritual Menyimpang Raja Kertanegara
Prasasti ini menggunakan Bahasa Sanskerta dan memberikan informasi tentang sistem pemerintahan dan aktivitas di dalam kerajaan.
Selain prasasti Dinoyo, terdapat juga Candi Karangbesuki dan Candi Badut.
Candi Karangbesuki kini hanya tersisa reruntuhan batu yang sangat hancur, sementara Candi Badut lebih dapat dikenali dengan relief dan struktur yang lebih jelas.
Candi Badut memiliki motif Hindu-Siwa dan ditemukan tidak jauh dari lokasi prasasti Dinoyo.
BACA JUGA:Peninggalan Bersejarah Candi Arjuna yang diyakini Miliki Segelintir Kisah Menarik!
Nama Kerajaan Kanjuruhan kini dikenang melalui Stadion Kanjuruhan di Malang, yang menjadi simbol warisan sejarah kerajaan ini.
Warisan dan kontribusi Kerajaan Kanjuruhan tetap diakui sebagai bagian penting dari sejarah Jawa Timur dan Nusantara.*