PAGARALAMPOS.COM - Menurut sejarah suku Komering, kelompok masyarakat ini awalnya berasal dari Sakala Bhra (Sekala Brak), sebuah daerah di kaki Gunung Pesagi hingga Gunung Seminung di Lampung, yang membawa budaya rumpun Sakala Bhra.
Masyarakat ini termasuk dalam Melayu Kuno (Proto Malayan Tribes), sehingga adat dan budaya suku Daya atau Jelma Daya memiliki banyak kesamaan dengan adat Saibatin suku Lampung Peminggir, yang juga dipengaruhi oleh norma kebudayaan khas Melayu Tengah.
Kelompok masyarakat ini kemudian berkembang dan menyebar menjadi beberapa kelompok:
1. Kelompok yang turun dari kaki Gunung Pesagi mendiami sekitar daerah Gunung Seminung sampai ke Ranau dan kemudian membentuk masyarakat Lampung Peminggir (Ranau) yang beradat Lampung Saibatin.
2. Kelompok yang turun dari Gunung Pesagi ke arah pedalaman dan beberapa menyebar ke pesisir, kemudian dikenal dengan kelompok masyarakat Lampung Peminggir yang beradat Saibatin dan juga Lampung Punyimbang yang beradat Pepadun.
3. Kelompok yang turun dari kaki Gunung Pesagi ke arah Gunung Seminung menyusuri aliran sungai, kemudian dikenal dengan kelompok Samanda Di Way yang sekarang dikenal sebagai Suku Komering (termasuk Daya).
Seiring waktu, marga-marga yang menyebar kemudian mendirikan 7 Kepuyangan di sepanjang aliran Sungai Komering.
Sekelompok suku dari pegunungan Muaradua pertama kali menelusuri sungai Komering ke arah utara atau hilir dengan menggunakan rakit, berbahasa Komering lama yang disebut (Samanda).
Kelompok pertama yang turun gunung adalah kelompok Semendawai. Kata Semendawai berasal dari kata Samanda di Way, yang bermakna menelusuri sungai dari hulu hingga mendarat di muara (Minanga).
Akhirnya, mereka berpencar mencari tempat strategis untuk menetap dan mendirikan 7 Kepuyangan:
1. Kepuyangan pertama menempati pangkal teluk yang agak membukit, yang kini dikenal dengan nama Gunung Batu, dipimpin oleh Pu Hyang Ratu Sabibul dan menurunkan Marga Semendaway.
2. Kepuyangan kedua menempati dataran rendah yang kemudian dinamakan Maluway, dipimpin oleh Pu Hyang Kai Patih Kandil.
3. Kepuyangan ketiga menempati muara sungai di dalam teluk yang kemudian dikenal dengan nama Minanga, dipimpin oleh Pu Hyang Minak Ratu Damang Bing.
4. Kepuyangan keempat menemukan padangan rumput yang luas kemudian menempatinya. Mereka membuka padangan ini yang disebut Madang, yang kemudian dijadikan nama Kepuyangan Madang, dipimpin oleh Pu Hyang Umpu Sipadang.
5. Kepuyangan kelima dipimpin oleh Pu Hyang Minak Adipati yang konon suka membawa peliung, yang kemudian dijadikan nama kepuyangan Pemuka Peliung.