Utang pemerintah kepada para pengusaha minyak goreng ini telah berlangsung sejak 2022.
Pada awal tahun tersebut, terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran yang menyebabkan harga melonjak tajam.
Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS.
Aturan tersebut ditandatangani oleh Menteri Perdagangan masa itu Muhammad Lutfi pada 18 Januari 2022.
BACA JUGA:Perkuat Kapasitas dalam Penyelenggaraan Pemilu, KPU Geber Penguatan Kelembagaan PPS
Menurut peraturan tersebut, pengecer diminta untuk menjual minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 14 ribu per liter, meskipun harga pasar saat itu berada di kisaran Rp 17 ribu hingga Rp 20 ribu per liter.
Selisih harga ini dijanjikan akan dibayar penuh oleh pemerintah sebagai bentuk kompensasi kepada para pengecer.
Namun, proses pembayaran kompensasi ini mengalami berbagai hambatan, hingga akhirnya menjadi utang yang baru bisa diselesaikan sekarang.
Pada Maret 2024, pemerintah telah menggelar rapat koordinasi untuk membahas penyelesaian utang ini.
BACA JUGA:Pendakian Gunung Dempo di Kota Pagaralam Ditutup Sementara, Ada Apa?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menekankan pentingnya menyelesaikan permasalahan rafaksi minyak goreng ini agar para pedagang tidak mengalami kerugian.
"Permasalahan mengenai rafaksi minyak goreng ini harus dituntaskan. Dan masalah Ini sudah diaudit BPKP. Kita harus segera menyelesaikannya, sehingga pedagang tidak rugi," ujar Luhut dalam keterangannya pada Senin (25/3/2024).
Menunggu Pencairan Dana
Proses verifikasi yang telah rampung dan diserahkannya berkas kepada BPDPKS menandakan bahwa langkah terakhir sebelum pencairan dana kepada para pengusaha segera dilakukan.
Namun, kepastian tanggal pencairan masih belum bisa diberikan, sehingga para pengusaha diminta untuk bersabar.