Hermanto mengungkapkan bahwa temuan BPK terkait proyek food estate menghambat perolehan status WTP Kementan.
Menurut Hermanto, BPK menemukan indikasi fraud yang signifikan meskipun jumlahnya tidak banyak.
Auditor BPK yang bernama Victor disebut meminta uang sebesar Rp 12 miliar kepada pimpinan Kementan untuk memuluskan status WTP.
"Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan," ungkap Hermanto.
BACA JUGA:Polres Pagar Alam Raih Juara Umum Lomba KTL Se-Polda Sumsel
Namun, respons Kementan terhadap permintaan tersebut tidak segera dipenuhi. Hermanto menjelaskan bahwa Kementan hanya memberikan sebagian dari jumlah yang diminta, yakni sekitar Rp 5 miliar. "Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar," ujar Hermanto.
Keterlibatan BPK dalam kasus ini menunjukkan kompleksitas dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Meskipun demikian, langkah KPK dalam mengusut dugaan ini menegaskan komitmennya untuk membersihkan ranah pemerintahan dari praktik-praktik koruptif yang merugikan negara dan masyarakat.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah untuk mencegah praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.
Jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Kasus ini menjadi salah satu sorotan utama dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Langkah-langkah selanjutnya dari KPK dalam mengusut dugaan keterlibatan oknum BPK diharapkan dapat membawa keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. *