PAGARALAMPOS.COM – Mengunjungi kuil di Shikoku adalah pengalaman spiritual yang menggabungkan berbagai ritual dan kebiasaan unik. Prosesnya dimulai dengan menyapa gerbang kuil dengan penghormatan, membersihkan tangan dan mulut di air mancur, lalu membunyikan bel dan meninggalkan permohonan di aula utama.
Setelah itu, peziarah menyalakan lilin dan dupa, melemparkan koin ke kotak persembahan, serta membacakan sutra. Stempel di buku ziarah merupakan langkah selanjutnya sebelum melanjutkan perjalanan ke kuil berikutnya, diulang hingga mencapai 87 kuil.
Jalur ziarah Shikoku Henro adalah salah satu rute ziarah panjang di Jepang, dan meski mengikuti adat tradisional, tidak ada aturan ketat mengenai metode perjalanan.
Banyak peziarah memilih menggunakan kendaraan pribadi, bus, kereta, atau sepeda alih-alih berjalan kaki. Perjalanan dapat dilakukan dalam arah yang berbeda dari yang umum, dan pakaian juga bervariasi antara rompi tradisional atau perlengkapan pendaki gunung.
David Moreton, peneliti mengenai Henro di Shikoku, menjelaskan bahwa Buddhisme di sini lebih merupakan panduan hidup daripada aturan ketat. Rasa hormat adalah hal yang sangat penting.
Permintaan untuk ziarah jalan kaki terus meningkat, dengan jalur Camino de Santiago di Spanyol memecahkan rekor pengunjung. Meski Henro belum sepopuler Camino de Santiago, jumlah peziarah asing dan lokal terus bertambah.
Jalur melingkar ini menghubungkan empat prefektur di Shikoku, pulau keempat terbesar di Jepang, dan melintasi lanskap yang bervariasi dari pertanian hingga pinggiran kota serta pantai. Pemandangan yang ditawarkan mengingatkan pada karya Hiroshige dari Zaman Edo.
Kunjungan biasanya dimulai dari Kuil 1 di Prefektur Tokushima, di mana Jun Hashiba menjelaskan bahwa jalur sepanjang 1.127 km ini terinspirasi oleh seorang biksu Jepang abad ke-8 yang dikenal sebagai Kukai atau Kobo Daishi. Kukai mendirikan sekte Shingon dan diakui tidak hanya karena ajarannya tetapi juga keterampilan seni dan kaligrafinya.
Bagian dari rute, seperti antara Kuil 20 dan 21, dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi dan batu-batu yang dihias tali sebagai lambang dewa. Patung jizo yang menjaga anak-anak dan pelancong juga bisa ditemukan di sepanjang perjalanan.
Kukai, dalam bentuk tongkat berjalan peziarah, melambangkan perjalanan spiritual. Banyak peziarah, seperti Tomoko Imaizumi, merasakan manfaat meditasi dan refleksi selama perjalanan mereka.
Kuil Naga Agung (21) menunjukkan alasan banyak agama membangun tempat ibadah di atas gunung. Kukai melantunkan mantra di puncak bukit, dan ajaran Buddha Shingon menekankan keterhubungan kosmis dan pencapaian pencerahan bagi orang biasa.
Budaya osettai, tradisi kebaikan di sepanjang jalur, mencerminkan keramahan masyarakat lokal yang sering memberi hadiah kecil seperti jeruk atau uang tunai. Di dekat Kuil Puncak Hering (1), peziarah bertemu dengan Ranshu Yano, seorang ahli pewarnaan tekstil tradisional yang memperlihatkan proses pembuatan nila alami untuk kimono.
Ziarah ini memberikan kesempatan untuk terhubung dengan orang-orang yang masih menjaga tradisi dan keterampilan kuno, menjembatani masa lalu dan masa depan.