PAGARALAMPOS.COM - Sultan Agung naik tahta di Mataram pada 1613. Tapi rupanya saat itu ia belum mengenakan gelar sultan.
Memiliki nama remaja sebagai Pangeran Rangsang, setelah naik tahta menjadi Prabu Anyokrokusumo.
Naskah-naskah Belanda menyebutnya dengan Sunan atau Susuhunan. Surat-surat Kompeni menyebut Ratu.
Pada 1936, Panembahan Cirebon menawarkan pemakaian gelar Ratu Mataram, namun Prabu Anyokrokusumo menolaknya.
BACA JUGA:Misteri Satrio Wirang dan Ramalan Gunung Slamet: Legenda dalam Lipatan Sejarah Kerajaan Kediri
BACA JUGA:Tak Disangka, 5 Fakta Sejarah Unik Ini Pernah Terjadi di Dunia
Pada 1638, Raja Banten mendapat gelar sultan dan sebuah bendera dari Makkah. Menurut JKJ Jonge, Raja Mataram menjadi iri, lalu menuntut ke Banten agar gelar itu diberikan kepada Mataram.
Joko Tingkir menjadi Sultan Pajang dengan nama Hadiwijoyo atas restu Sunan Giri, setelah kakak iparnya, Sultan Prawoto dibunuh Aryo Penangsang. Aryo Penangsang juga mengincar Hadiwijoyo.
Danang Sutowijoyo berhasil membantu Hadiwijoyo membunuh Aryo Penangsang. Tapi rupanya, Hadiwijoyo hendak ingkar janji memberikan imbalan lahan di hutan Mentaok.
Ia teringat ramalan Sunan Giri bahwa kelak akan ada kerajaan besar yang berdiri di hutan Mentaok.
BACA JUGA:Menenal Sejarah Bharatayudha: Kisah Perang Antar Saudara Pandawa dan Kurawa yang Melegenda
BACA JUGA:Eksplorasi Misteri Sejarah di Bukit Payung, Mengungkap Jejak Purba di Kaki Gunung Sumbing
Maka, ayah Sutowijoyo, Ki Ageng Pemanahan, meminta fatwa kepada Sunan Kalijaga, sehingga akhirnya Mataram bisa berdiri di hutan Mantaok.
Kelak, Sutowijoyo dikenal sebagai pendiri Mataram, yang merupakan kakek dari Sultan Agung, raja Mataram ternama.
Sultan Agung membuat Mataram menjadi kerajaan besar di Jawa. Rupanya, Hadiwijoyo takut akan kebenaran isi ramalan Sunan Giri: