Namun, revolusi Maximus tidak berlangsung di seluruh kekaisaran, melainkan terutama di wilayah barat. Setelah diangkat sebagai kaisar, Maximus tidak tinggal diam.
Dia menyerbu Gaul dan melawan Gratian, yang pada saat itu sedang berjuang melawan bangsa Jerman.
BACA JUGA:Penemuan Arkeologis di Inner Mongolia, Cangkang Naga yang Mengungkap Sejarah Budaya Hongshan
BACA JUGA:Desa Bejijong, Tempat Bersejarah yang Membawa Kembali Kehidupan dan Kebesaran Majapahit
Dalam pertempuran berdarah, Maximus berhasil menyingkirkan Gratian dan mendirikan pengadilan di Trier, Jerman modern, di mana ia diterima dengan baik dan dibaptis.
Namun, ketika Maximus mulai menguasai kekuatan di barat, Theodosius I, kaisar Romawi Timur, muncul sebagai ancaman.
Pada tahun 388, Maximus menyerbu Italia, merebut kota Milan, dan menggulingkan saudara Gratian, Valentinian II.
Meskipun Maximus mengaku melakukan ini untuk melindungi agama Kristen, sebagian besar menganggapnya sebagai upaya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya.
BACA JUGA:Desa Bejijong, Tempat Bersejarah yang Membawa Kembali Kehidupan dan Kebesaran Majapahit
BACA JUGA:Bukan Hotel Bintang 5 Tapi Ini Bus Termewah, Ini Dia Deretan Bus Mewah Di Indonesia!
Pertarungan antara Maximus dan Theodosius mencapai puncaknya pada tahun 388, ketika keduanya bertempur di medan perang.
Dalam pertempuran sengit itu, Theodosius berhasil mengalahkan Maximus, membunuhnya, dan memperkuat kekuasaannya atas kekaisaran Romawi Barat.
Meskipun Maximus gagal mempertahankan kemerdekaan wilayahnya dari kekuasaan Romawi, ingatannya tetap hidup di tanah Wales.
Dalam legenda Wales, Maximus disebut sebagai salah satu pendiri sejarah bangsa itu. Ia diyakini menikahi Elen, seorang tokoh penting dalam sejarah pasca-Romawi Britania, dan memperanakkan sejumlah dinasti Wales.
BACA JUGA:Adakadabra! Inilah 4 Kitab Sihir Paling Tua Dalam Sejarah Dunia yang Pernah Ditemukan
BACA JUGA:Kekayaan Budaya Pulau Yap, Sejarah dan Makna Batu Rai sebagai Mata Uang Tradisional