Mendapati pertanyaan tersebut, Kiai Penghulu terdiam sejenak. Ia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan balik seperti itu.
Namun, dengan penuh kebijaksanaan, ia menjawab, "Aku tahu ini bulan puasa, namun yang berpuasa kan bulannya.
Jadi, aku tak perlu ikut berpuasa," kata Sultan Agung, bermain dengan kata-kata.
Penjelasan Sultan Agung itu menciptakan ruang diskusi yang lebih dalam antara keduanya.
BACA JUGA:Laris Tanpa Penglaris Usaha Banjir Rejeki, Begini Doa Ala Gus Baha, Patut Diamalkan
Kiai Penghulu, sambil mengikuti alur pembicaraan, menyadari bahwa ada perbedaan sudut pandang yang mendasar antara Sultan Agung dan dirinya.
Namun, ia tetap bersikeras bahwa sebagai seorang pemimpin, Sultan Agung seharusnya memberi contoh yang baik kepada rakyatnya.
Sultan Agung, sambil menghargai pendapat Kiai Penghulu, menjelaskan sudut pandangnya yang lebih luas sebagai seorang pemimpin yang juga berfungsi sebagai kalifatullah.
Yang memiliki kedudukan dan tanggung jawab yang berbeda dengan rakyatnya.
BACA JUGA:Sejarah: Perintah Puasa dan Keutamaan Berpuasa di Bulan Ramadhan
Namun, Kiai Penghulu tetap tidak yakin dengan penjelasan Sultan Agung.
Dan ia khawatir bahwa tindakan Sultan Agung yang tidak berpuasa akan memberi contoh buruk kepada rakyatnya.
Diskusi antara Sultan Agung dan Kiai Penghulu ini mencapai puncaknya ketika Kiai Penghulu menjelaskan tata cara berpuasa selama bulan Ramadhan kepada Sultan Agung.
Yang kemudian membuat Sultan Agung memutuskan untuk mengikuti puasa Ramadhan sebagai contoh yang baik bagi rakyatnya.
BACA JUGA:Tak Hanya Nasi Padang! Inilah 7 Andalan Menu Makanan Khas Padang yang Cocok Buat Menu Buka Puasa
Dalam pembahasan yang panjang dan mendalam ini, terungkaplah kompleksitas peran seorang pemimpin, terutama dalam hal memberi contoh dan mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan konteksnya.