Beberapa suku Austronesia hari ini masih mencari makan di hutan alih-alih bertani, misalnya Punan Batu di Kalimantan dan Suku Anak Dalam yang tinggal dekat dengan Bukit Bulan.
"Mungkin orang yang menghuni gua-gua di Bukit Bulan adalah masyarakat neolitik yang seperti itu (meramu makanan) yang sebenarnya sudah punya pengetahuan bercocok tanam, tetapi tanpa bercocok tanam pun bisa hidup."
Ada banyak hewan yang ditemukan di sekitar Bukit Bulan seperti monyet ekor panjang, babi, siamang, lutung, landak, rusa dan kancil, musang, biawak, kelelawar, ular, piton, serta berbagai jenis ikan dan kura-kura.
Fauna ini masih ada sampai sekarang. Semua hewan ini dimakan oleh penghuni gua di Bukit Bulan purbakala dengan jejak pembakaran pada situs
Aneka makanan ini menunjukkan bahwa penghuni Bukit Bulan mungkin bukan berburu secara aktif dengan senjata, melainkan pasif dengan jebakan.
"Jadi range spektrum apa yang bisa dimanfaatkan (penghuni purbakala) itu luas banget, itu dinamakan bush meat, daging semak," kata Ruly.
Tulang belulang milik satwa seperti siamang juga digunakan oleh manusia sebagai senjata atau jebakan baru.
"Kita bisa bayangkan, enggak mungkin mereka berburu atau menaruh jebakan satu teritori aja. Mereka harus jauh. Jadi cakupan catchment areanya itu luas banget," lanjutnya.
Ruly dan tim juga menemukan berbagai perangkap yang digunakan penduduk sekitar hari ini di dekat gua yang digunakan untuk berburu.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tersebut sudah diwariskan, setidaknya dari 4.000 tahun yang lalu.
Aktivitas perburuan pasif ini juga didukung denga pelbagai temuan perkakas berbahan batu obsidian yang ditinggalkan penghuni gua.
Ukuran batuan obsidian yang digunakan terlalu kecil dari biasanya yang ditemukan oleh para arkeolog di situs lain.
Kecilnya obsidian dalam perkakas menandakan bahwa batuan tersebut berasal dari tempat yang sangat jauh, dan menjadi sangat berharga untuk dipakai secara masif.