BACA JUGA:Villa Isola Bandung: Mengungkap Keunikan dan Legenda di Balik Arsitektur Megahnya
Ki Boncolono berhasil menembus tembok dan keluar dari rumah tersebut, tetapi ia terluka parah akibat tembakan Belanda.
Ia berlari menuju Sungai Brantas, berharap bisa menyelamatkan diri. Namun, ia dikejar oleh seorang prajurit Belanda yang berhasil memenggal kepalanya dengan pedang.
Kepala Ki Boncolono jatuh ke dalam sungai, sedangkan tubuhnya tergeletak di tepi sungai. Belanda pun merayakan kemenangan mereka atas maling gentiri.
Mereka mengambil tubuh Ki Boncolono dan membawanya ke tempat yang jauh dari Sungai Brantas. Mereka juga mengambil kepala Tumenggung Mojoroto dan Poncolono, yang tewas di dalam rumah tersebut.
Makam Maling Gentiri Boncolono
Belanda tidak mau menguburkan maling gentiri dengan layak. Mereka memisahkan kepala dan tubuh mereka dan menguburkannya di tempat yang berbeda.
Kepala Ki Boncolono dikuburkan di lingkungan Ringin Sirah, yang sekarang terletak di pusat kota Kediri, di belakang gedung pusat perbelanjaan.
Lokasi ini dinamakan Ringin Sirah karena ada pohon beringin yang besar di sana, dan sirah berarti kepala dalam bahasa Jawa.
Tubuh Ki Boncolono dikuburkan di dataran tinggi, tepatnya di atas bukit yang bernama Gunung Mas Kumambang. Lokasi ini masuk ke dalam kawasan wisata Selomangkleng, Kediri.
Di sana juga dikuburkan tubuh Tumenggung Mojoroto dan Poncolono, yang merupakan saudara seperguruan Ki Boncolono.
Tempat pemakaman mereka dinamakan Astana Boncolono, yang sering dikunjungi oleh peziarah.
Masyarakat Kediri masih menghormati dan mengenang jasa-jasa maling gentiri boncolono sebagai pahlawan rakyat yang berani melawan penjajah.
Mereka percaya bahwa roh maling gentiri masih menjaga dan melindungi Kediri dari segala marabahaya.