Pembangunan Borobudur diprakarsai oleh raja dinasti Syailendra, Samaratungga, sekitar tahun 800 M, masa ketika agama Buddha berkembang pesat di Jawa Tengah.
BACA JUGA:Keberanian dan Warisan Budaya: Mengungkap Sejarah Suku Bugis yang Menakjubkan
Awalnya, agama Buddha mendominasi wilayah ini, menjadikan Borobudur sebagai pusat kegiatan keagamaan.
Namun seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-15, Borobudur perlahan-lahan ditinggalkan seiring dengan berpindahnya penduduk setempat.
Candi ini sempat terbengkalai dan bahkan terkubur abu vulkanik saat letusan Gunung Merapi.
Ditemukan kembali pada masa pemerintahan kolonial, upaya restorasi ekstensif dimulai pada awal abad ke-20 di bawah pemerintahan Belanda dan Inggris.
BACA JUGA:Jejak Sejarah Kerajaan Sriwijaya: Eksplorasi dan Peninggalan Berharga
Terlepas dari makna sejarahnya, Borobudur memiliki kisah tragis yang terkait dengannya.
Pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono I di Kartasura, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Ki Mas Dana di Enta-Enta.
Sunan memerintahkan Ki Jayawinata, Bupati Mataram, untuk menumpas pemberontakan tersebut. Namun pasukannya kewalahan, dan Jayawinata melaporkan kegagalan tersebut kepada Sunan.
Pangeran Pringgalaya, Bupati Kartasura, kemudian diutus untuk menangani situasi tersebut.
BACA JUGA:Kerajaan Buleleng: Lokasi Geografis, Para Raja, dan Perkembangan Sejarahnya
Sunan memerintahkan, “Tangkap Ki Mas Dana hidup-hidup!” Pertempuran sengit pun terjadi dan memakan banyak korban jiwa.
Pemberontakan tersebut akhirnya dapat dipadamkan, namun Ki Mas Dana melarikan diri ke Borobudur. Pringgalaya mengejar dan menangkapnya, membawanya ke hadapan Sunan untuk mendapatkan hukuman yang berat.
Peristiwa ini diabadikan dalam “Babad Tanah Jawi” dari abad ke-18. Sejarah kelam Borobudur antara lain menjadi tempat perlindungan para pemberontak, dianggap angker, dan mencari berkah.
Borobudur terus menarik minat wisatawan karena keindahannya, seperti yang diulas dalam buku “Jelajahi Borobudur: 100 Destinasi Instagrammable di Sekitar Candi Borobudur”.