BACA JUGA:Hadiri Deklarasi Kampanye Pemilu Damai di KPU, Begini Arahan Kapolri
Berakhirnya program Eurofighter akan menyebabkan pengurangan nyata dalam lanskap pemasok teknologi tinggi Eropa hanya dalam beberapa tahun.
Para pekerja dan kapasitas produksi yang sangat terspesialisasi ini harus dipertahankan dengan tujuan untuk membangun sistem pertahanan udara Eropa di masa depan lewat jet tempur generasi keenam FCAS (Future Combat Air System).
“Kami membutuhkan para insinyur yang bekerja pada pengembangan lebih lanjut Eurofighter. Jika tidak, mereka akan bermigrasi ke industri lain," katanya.
Juga menciptakan landasan untuk peran yang kuat bagi industri penerbangan dan pemasok Jerman dalam proyek-proyek teknologi Eropa di masa depan.
BACA JUGA:Mengintip Desa Kuno di Tiongkok, Ada 1000 Keunikan dan Sejarahnya
“Eropa harus memperkuat kedaulatannya dalam masalah pertahanan. Itulah sebabnya kita tidak boleh hanya mengandalkan Amerika untuk melakukan pengadaan, seperti yang telah kita lakukan baru-baru ini.”
Michael Reisch, sekretaris politik dan manajer operasi di Airbus, yang memproduksi Eurofighter, mengatakan Jerman perlu mengeluarkan kontrak untuk memastikan “kemandirian militernya”.
Keragu-raguan Jerman untuk menyetujui penjualan jet tempur Typhoon ke Turki dikabarkan terkait dengan kritik keras Turki terhadap tindakan militer Israel di Jalur Gaza.
Kanselir Jerman Olaf Scholz menanggapinya dengan menghalangi keinginan Turki untuk membeli 40 jet tempur Eurofighter Typhoon.
BACA JUGA:Mengarungi Petualangan dengan Ban Motor Terbaik, Dijamin Pasti Nyaman dan Aman
Seperti diketahui, akibat serangan intens dan brutal Israel di Gaza, yang mengakibatkan hilangnya lebih dari 14.000 nyawa, terutama di kalangan anak-anak dan perempuan.
Turki mengutuk Tel Aviv dan menjulukinya sebagai “negara teroris.” Turki juga menahan diri untuk tidak menyebut Hamas sebagai organisasi teroris, hal ini bertentangan dengan sikap negara-negara Eropa lainnya dan anggota NATO. (*)