Mengangkat kultur edo yang didalamnya banyak simbol-simbol dewa dan ruh.
Ditambah dengan maskulinitas yang berasal dari kultur bushi/samurai.
Film ini dibagi menjadi 8 babak dan 8 cerita yang berbeda masing-masing dari ‘mimpi’ yang berbeda.
BACA JUGA:Beh Keren Banget! Ini Warisan Ratu Tribhuwana Tunggadewi, Inspirasikan Generasi Penerus Indonesia
Sementara terdapat setidaknya 3 cerita yang mengandung unsur religi yang kuat.
Walaupun semua cerita ini dilansir berasal dari pengalaman Kurosawa sendiri, sehingga terkesan subjektif.
Ia berusaha menampilkan semiologi personifikasi yang tergambar dalam simbol dewa atau ruh, yang juga bisa kita kaitkan dengan perspektif religi.
BACA JUGA:Paling Laris Karena Kualitas, Wajib Tau Inilah 4 Merek Ban Jawaranya Dijalanan
Kurosawa seakan menggambarkan realita kehidupan duniawi (profane)-nya, dengan atribut atau simbol-simbol religi.
Ketika kita berbicara tentang religi, menurut Guthrie kita berbicara tentang pengatribusian karakteristik manusia pada peristiwa yang tidak manusiawi, yang terdapat proses mental di mana manusia memahami objek-objek di luar dirinya (atribusi) melalui berbagai cara.
BACA JUGA:Gajah Mada, Mitra Setia Ratu Tribhuwana dalam Memerintah
Biasanya karena kenyataan bahwa manusia memahami realitas yang kompleks, sehingga agama menjadi mekanisme melihat realitas yang chaos/rumit, yang dijadikan tertata menggunakan agama tsb.
Contoh; Objek yang mempengaruhi hidup/mati, sakit/tidaknya manusia dan sesuatu (beyond human power) yang memengaruhi kehidupan sekitar mereka.
BACA JUGA:Bikin Bingung, Malam Pertama Suku Ini Sangat Ngawur!
Guthrie melihat religi sebagai proses kognitif dan logika dari pengetahuan kultural di berbagai tempat yang memiliki penerimaan yang berbeda dalam memahami sebuah krisis-krisis.