PAGARALAMPOS.COM - Sebagai salah satu suku pedalaman yang diduduki penjajahan Belanda, suku Polahi terpaksa menikah sedarah agar bisa sejahtera, mengingat mereka sangat berbeda dengan tradisi kita pada umumnya, maka tentu saja dia akan sangat terkejut.
Diberkahi dengan keberagaman dan keunikan yang hampir tak terhitung banyaknya, suku-suku primitif di Indonesia mempunyai keistimewaan tersendiri dalam setiap adat istiadatnya.
Tradisi Suku Polahi di Hutan Sulawesi Gorontalo merupakan salah satu suku di Indonesia yang cukup unik bahkan memiliki sisi aneh karena merupakan penduduk terasing yang tinggal di pedalaman hutan.
Komunitas suku Polahi konon terdiri dari para eks pengungsi yang melarikan diri dari penjajahan Belanda dan menjadikan hutan sebagai rumah mereka hingga saat ini.
BACA JUGA:Dempo Makmur Sabet Juara II Tingkat Provinsi
Menurut dokumen yang ada, suku Polahi merupakan sekelompok masyarakat Gorontalo yang mengungsi ke hutan pada abad ke-17 untuk menghindari penjajahan dan untuk membayar pajak kepada penjajah Belanda.
Suku ini masih hidup Hingga saat di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman, dan Suwawa di Provinsi Gorontalo.
Dalam kamus bahasa Gorontalo, kata "Polahi" berasal dari kata "Lahi-lahi" yang memiliki arti "pelarian" atau "sedang dalam pengungsi".
Hal ini menggambarkan kondisi suku Polahi saat itu, mereka melarikan diri dari penyelarasan dan menjalani kehidupan di hutan, terutama di lereng Gunung Boliyohuto di Desa Tamaila Utara, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo.
BACA JUGA:Kenalkan dan Lestarikan Permainan Tradisional Besemah
Menurut catatan sejarah yang ada, suku Polahi sebenarnya adalah warga Gorontalo yang melarikan diri ke hutan karena pemimpin mereka di masa penjajahan Belanda tidak mau ditindas oleh penjajah.
Oleh karena itu, orang Gorontalo menyebut mereka Polahi, yang secara harfiah berarti "pelarian".Keadaan tersebut mempengaruhi kondisi suku Polahi dengan kehidupan di dalam hutan.
Meskipun Indonesia telah merdeka, sebagian keturunan Polahi masih memilih tinggal di hutan.
Sikap anti penjajah tersebut turun-temurun dan menyebabkan orang Polahi menganggap orang dari luar suku mereka sebagai penindas dan penjajah.