Nah, di Bogor dan Jakarta inilah dia merasa tidak nyaman atas perilaku para serdadu yang melakukan penindasan.
Princen mengenang bahwa para serdadu itu memperlakukan orang-orang pribumi layaknya anjing kudisan.
Bahkan di Bogor serdadu itu menembak Asmuna, seorang perempuan setempat yang menolak untuk dilecehkan oleh para serdadu.
Sekitar tahun 1948, Princen melarikan diri dari kesatuannya dan ditangkap oleh Tentara Merah (pasukan pro FDR PKI) dan dipenjaran di Pati.
Setelah sebulan berlalu, Batalyon Kala Hitam dari Divisi Siliwangi membebaskannya dan menyuruh kembali kepada pasukannya.
Akan tetapi, Princen tidak ingin kembali dan lebih memilih ikut Siliwangi long match ke Jawa Barat.
Princen kemudian tercatat aktif sebagai gerilyawan Republik pada 21 November 1925 untuk wilayah Cianjur-Sukabumi pada tahun 1949.
Akibatnya, dia oleh pihak militer Belanda terus diburu dan berusaha untuk dihilangkan nyawanya seperti tercatat dalam otobiografinya yang berjudul Kemerdekaan Memilih.
BACA JUGA:Jejak Emas Majapahit: Kerajaan Terbesar dalam Sejarah Indonesia!
4. Yang Chil Sung
Oleh masyarakat Wanaraja di Garut, Yang Chil Sung dikenal dengan nama Komaruddin. Dia seorang pemuda Korea yang ikut tentara Jepang ke Indonesia dan pada Maret 1946.
Sebagai pejuanga asing, Yang Chil Sung bersama pasukannya terlibat dalam pertempuran hebat dengan Pasukan Pangeran Papak (PPP).
Akhirnya pasukan Yang Chil Sung tertawan dan dia menyatakan bergabung dengan laskar asal Garut itu.
Yang Chil Sung selama bergabung dengan PPP menjadi inisiator bermacam-macam penyerangan. Terrhadap basis-basis militer Belanda di Garut selama waktu 1946-1948.
Aksi darinya yang paling terkenal adalah mampu mengancurkan Jembatan Cinunuk sehingga pihak Belanda gagal menguasai Wanaraja.