Tinggi dinding temboknya adalah 24 kaki, atau kurang lebih 7,25 meter.
BACA JUGA:Sejarah dan Budaya Suku Pasemah di Sumatera Selatan
Keraton Beringin Janggut
Setelah Keraton Kuto Gawang dihancurkan VOC tahun 1659, oleh Susuhunan Abdurrahman pusat pemerintahan dipindahkan ke Beringin Janggut yang letaknya di sekitar kawasan Mesjid Lama (Jl. Segaran).
Keraton beringin janggut adalah salah satu Istana Kesultanan Palembang Darussalam dan merupakan tempat tinggal Sultan-Sultan Palembang Darussalam (di zaman Sri Paduka Susuhunan Abdurrahman) setelah Keraton Kuto Gawang dibakar pasukan VOC dan sebelum dibuat Keraton Kuto Kecik / Lamo.
Sekarang lokasi Istana Beringin Janggut tersebut telah menjadi kawasan pertokoan. Lokasi asal dari Istana Beringin Janggut ini terletak di Jalan Beringin Janggut Palembang.
Keraton Kuto Tengkuruk
Benteng Kuto Besak (BKB) dibangun untuk menggantikan keraton lama, Benteng Kuto Lamo, yang disebut juga Keraton Kuto Tengkuruk atau Keraton Kuto Lamo, yang berlokasi persis di samping kiri.
BACA JUGA:Yuk Mengenal 5 Suku Asli yang Ada di Provinsi Sumatera Selatan, Salah Satunya Suku Pasemah
Keraton Kuto Tengkuruk lalu menjadi rumah tinggal residen Belanda. Saat ini, Keraton Kuto Tengkuruk difungsikan menjadi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Kawasan inti Keraton Kesultanan Palembang-Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I luasnya sekitar 50 hektar dengan batas-batas di sebelah utara Sungai Kapuran, di sebelah timur berbatasan dengan Sungai Tengkuruk.
Keraton Kuto Besak
Keraton Kuto Besak--
Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.
BACA JUGA:5 Pakaian Adat Khas Suku Yang Ada di Sumatera Selatan, Miliki Makna dan Filosopi
Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara.