Sementara penduduk pribumi lanjut Aryo, boleh dibilang tak mendapatkan apa-apa. “Yang pasti pribumi mendapatkan pengetahuan tentang tanaman baru,” jawabnya.
Sebelum Belanda datang, imbuh Aryo, masyarakat Pagaralam telah bercocok tanam, tapi bukan kopi.
BACA JUGA:Sudah Jarang Terdengar, Sastra Lisan Besemah Banyak yang Telah Punah
“Mereka bersawah, dan beternak,”ucapnya. Dalam ensiklopedia Van Nederlands Indie disebutkan bahwa, produksi tanaman pribumi di Pasemah-Pagar Alam- pada rentang tahun 1909-1912 mencapai 2.500 pikul/tahun.
Sementara pada akhir 1912 tercatat jumlah ternak sapi sebanyak 5000 ekor, 7000 ekor kerbau, dan 4000 ekor kambing.
Belum lagi ditambah dengan domba dan lainnya.
Balas Budi
Bersamaan dengan itu, Belanda mendatangkan orang-orang dari Jawa ke Pagar Alam. Tujuannya untuk jadi buruh di perkebunan kopi dan teh buatan Belanda di Tanjung Keling.
BACA JUGA:Menelisik Sejarah Bahasa Besemah Beraksara Ulu Menurut Para Ahli
Juga di Gunung Dempo serta lokasi lainnya.
“Sebenarnya ini berkaitan dengan politik van deventer (politik balas budi) yakni irigasi, transmigrasi, dan edukasi,”ujar Aryo.
Maka, Aryo melanjutkan, tak perlu heran bila saat ini banyak orang Jawa di Pagaralam.
Mereka adalah keturunan dari orang-orang Jawa yang dibawa Belanda ke Pagaralam tempo dulu.
BACA JUGA:Bingkai Budaya, Mengenal Kekayaan 14 Sastra Besemah Lama Warisan Leluhur
“Lihat saja di Tanjung Keling dan Gunung, banyak orang Jawa,”ucapnya memberikan contoh.